WAJAH PERPUSTAKAAN KITA


JUDUL - JUDUL SKRIPSI / THESIS / KARYA ILMIAH
Tampilkan postingan dengan label Teknik sipil. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Teknik sipil. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 April 2011

PEMBUATAN DESAIN ALAT PEMADAT SKALA LABORATORIUM UNTUK BAHAN CAMPURAN ASPAL.

KURNIAWAN , ARIES DWI (2010)
Abstract

Perbedaan pemadatan campuran aspal di lapangan dengan cara digilas dan di laboratorium dengan cara ditumbuk, bisa menyebabkan perbedaan karakteristik kepadatan campuran aspal tersebut. Diperlukan sebuah penelitian alat pemadat yang sistim kerjanya menyerupai seperti yang ada di lapangan. Data yang digunakan dalam pembuatan desain alat pemadat ini berupa data dari lapangan dan dari laboratorium. Data dari laboratorium berupa data spesifikasi alat pemadat laboratorium (Marshall Hammer) dan campuran aspal yang digunakan sebagai percobaan di laboratorium. Sedangkan data dari lapangan berupa spesifikasi alat pemadat, yaitu Three Wheel Roller dan Tire Roller. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis data yang ada didapat suatu desain alat pemadat dengan skala untuk laboratorium yang proses kerjanya menyerupai proses pemadatan di lapangan. Dengan bahan campuran aspal yang akan dipadatkan berdimensi lebar 30 cm, panjang 100 cm dan tebal 7 cm. Karena ketebalan campuran aspal di lapangan yang berbeda, alat ini dapat diganti pada pembatas tempat campuran aspal agar bisa menyesuaikan perbedaan ketebalan di lapangan. Untuk penelitian lebih lanjut, campuran aspal yang telah dipadatkan dilakukan core drill agar sesuai dengan dimensi bahan penelitian campuran aspal di laboratorium. Kata kunci : desain, alat pemadat, laboratorium, campuran aspal.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kontruksi jalan dirancang agar dapat memikul beban lalu lintas kendaraan
yang lewat dan dapat memberi kenyamanan bagi pengguna jalan. Beban
kendaraan yang terjadi secara berulang – ulang dapat menyebabkan kerusakan
perkerasan jalan. Mekanisme kerusakan ini menjadi salah satu dasar perencanaan
perkerasan, sehingga diperlukan penelitian khusus pada material perkerasan.
Pada umumnya pembuatan benda uji untuk penelitian material perkerasan
jalan menggunakan alat laboratorium dengan sistim standar pembebanan statis.
Metode ini tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Tugas akhir ini dimaksudkan
untuk membuat desain alat pemadat yang sesuai dilapangan, yang didasarkan pada
analisis konsep pembebanan. Pemadatan dengan menggunakan alat pemadat
Marshall Hammer yang sering di gunakan selama ini tidak mempresentasikan
proses pemadatan di lapangan.
Saat ini alat pemadat laboratorium di Indonesia masih menggunakan
pemadatan dengan cara di tumbuk ( gaya vertikal ). Sedangkan pemadatan di
lapangan menggunakan cara di gilas ( gaya horizontal ). Dengan perbedaan cara
pemadatan ini bisa menyebabakan perbedaan kepadatan, untuk itu diperlukan
penelitian alat pemadat yang menyerupai di lapangan dibandingkan dengan alat
pemadat di laboratorium sekarang ini. Dari beberapa pemikiran di atas di
maksudkan untuk dapat membuat perencanaan alat yang berbeda dengan yang ada
di laboratorium UMS, diinginkan alat yang akan dibuat sesuai dengan kondisi di
lapangan.
B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan penelitian dibidang perkerasan jalan sesuai dengan
uraian di atas, yaitu:
1. Diperlukan kajian tentang pemadatan di laboratorium yang mendekati proses
di lapangan.
2. Diperlukan konsep pemadatan di laboratorium yang mendekati proses di
lapangan.
3. Diperlukan desain alat pemadat yang cara bekerjanya menyerupai proses di
lapangan.
C. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemahaman tentang alat pemadat di laboratorium yang
mendekati proses pemadatan di lapangan.
2. Menyusun konsep pemadatan di laboratorium yang baru dan inovatif dalam
rangka melakukan simulasi proses di lapangan.
3. Menyusun desain alat pemadat dengan inovasi baru disertai gambar detailnya.
D. Ruang lingkup
Ruang lingkup agar sesuai dengan tujuan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Peningkatan pemahaman tentang alat pemadat di Laboratorium dan
penyusunan konsep pemadatan di Laboratorium di laksanakan secara teoritis.
2. Desain alat pemadat untuk laboraturium yang ideal, meliputi :
‐ Parameter desain ( beban, cara kerja, bentuk, bahan dan sebagainya )
‐ Konsep alat pemadat
‐ Desain detail alat pemadat tiap komponen
‐ Gambar alat

[+/-] Selengkapnya...

ANALISIS KORELASI ANTARA MARSHALL STABILITY DAN ITS (Indirect Tensile Strength) PADA CAMPURAN PANAS BETON ASPAL.

COLIFAH, COLIFAH (2010)
Abstract

Selama ini, pengujian campuran aspal di laboratorium hampir selalu menggunakan alat Marshall. Hal ini berarti Marshall Stability diindikasikan sebagai kekuatan suatu material. Padahal kenyataan di lapangan, pada saat suatu beton aspal menerima beban kendaraan yang melintas di atasnya, beton aspal akan mendapatkan gaya tekan pada bagian atas dan akan mendapatkan gaya tarik pada bagian bawahnya. Untuk itu kemampuan material dalam menerima gaya tarik perlu diketahui, dalam hal ini dapat menggunakan alat ITS (Indirect Tensile Strength). Dengan mengetahui Korelasi antara nilai Marshall Stability dan ITS (Indirect Tensile Strength) dapat diketahui apakah material yang mempunyai kemampuan memikul gaya tekan besar juga mempunyai kemampuan memikul gaya tarik besar pula.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode experiment yang dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Tenik Sipil UMS. Penelitian ini menggunakan 60 benda uji dengan 10 variasi kadar aspal yaitu: 4,5%; 5%; 5,5%; 6%; 6,5%; 7%; 7,5%; 8%; 8,5%; 9% (30 sampel untuk pengujian Marshall Stability dan 30 sampel untuk pengujian ITS). Setelah nilai Marshall Stability dan ITS diketahui maka dapat diperoleh model matematis dan korelasi antara Marshall Stability dan ITS. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Marshall Stability dan ITS memiliki kadar aspal optimum yang berbeda, pada marshall Stability adalah 6,5% dan ITS adalah 7,5%, dalam hal ini terbagi menjadi 3 zona , yaitu : zona 1 (kadar aspal 4,5%-6,5%), dimana saat nilai Marshall stability naik diikuti dengan kenaikan nilai ITS , zona 2 (kadar aspal 6,5% - 7,5%), dimana saat Marshall stability turun diikuti dengan kenaikan nilai ITS, zona 3 (kadar aspal 7,5%-9%), dimana saat nilai Marshall Stability turun diikuti dengan penurunan nilai ITS, dan terdapat korelasi yang kuat antara Marshall Stability dan ITS (Indirect Tensile Strength) yaitu pada zona 1, zona 2, dan zona 3 secara berurutan adalah sebesar 0,8093, 0,8961, 0,8479, serta didapatkan model matematis sebagai berikut : Zona 1, yaitu: ITS = 0,076(MS) + 28,36 dan MS = 8,521(ITS) – 7,016, Zona 2, yaitu: ITS = -0,023(MS) + 132,8 dan MS = -35,01(ITS) + 4790, Zona 3, yaitu: ITS = 0,356(MS) – 97,87 dan MS = 2,018(ITS) + 342,7 dan mengabaikan zona yaitu: ITS = dan MS = .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Campuran Panas (Hotmix)
Menurut Sukirman (2003), menyatakan bahwa campuran panas (hotmix)
adalah beton aspal yang material pembentuknya dicampur pada suhu
pencampuran sekitar 140ºC.
B. Beton Aspal
Menurut Sukirman (1992), Beton aspal merupakan salah satu jenis
konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) karena menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat antar agregat. Gradasi agregat tersusun beberapa fraksi,
yaitu fraksi kasar, fraksi halus, dan filler.
Menurut Sukirman (2003), menyatakan bahwa karakteristik beton aspal
yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas. Tebal nominal minimum
beton aspal adalah 4 - 6 cm. Lapis beton aspal dibuat melalui proses penyiapan
bahan, pencampuran, pengangkutan penghamparan, serta pemadatan yang benarbenar
terkendali sehingga dapat diperoleh lapisan yang memenuhi persyaratan
yang ditentukan.
Bina Marga (1987), menyatakan bahwa pembuatan lapis beton aspal
dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan pada perkerasan jalan
yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi
sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstrukasi dibawahnya.
Menurut Sukirman (2003), berdasarkan fungsinya beto aspal dapat
dibedakan atas:
1. Beton aspal untuk lapisan aus (wearing course), adalah lapisan
perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan,
merupakan lapisan yang kedap air, tahan terhadap cuaca, dan
mempunyai kekesatan yang disyaratkan.
2. Beton aspal untuk lapisan pondasi (binder course), adalah lapisan
perkerasan yang terletak di bawah lapisan aus, tidak berhubungan
6
7
langsung cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk memikul beban
lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.
3. Beton aspal untuk pembentuk dan perata lapisan aspal beton yang
sudah lama yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi
berbentuk crown.
Fungsi dari beton aspal adalah :
a) Digunakan sebagai pendukung terhadap beban lalu-lintas.
b) Digunakan sebagai pelindung konstruksi yang berada di bawahnya dari
kerusakan akibat pengaruh air dan cuaca yang selalu berubah.
c) Membuat permukaan jalan menjadi rata.
Sifat dari beton aspal adalah :
1) Tahan terhadap keausan terhadap beban lalu-lintas.
2) Kedap terhadap air.
3) Memiliki kemampuan Struktural.
4) Memiliki stabilitas yang tinggi.
5) Peka terhadap penyimpangan dan pelaksanaan.
Menurut Sukirman (2003), menyatakan bahwa material pembentuk beton
aspal terdiri atas agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) jika diperlukan
dan aspal keras. Bahan-bahan yang akan digunakan harus terlebih dahulu diteliti
kandungannya sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. gradasi beton
aspal dapat dilihat dalam Tabel II.1 berikut.
Tabel II.1 Spesifikasi beton aspal.
Saringan Spesifikasi lolos (%)
mm
2,36
1,18
0,600
0,075
No. AC
8
16
30
200
28-58
25,6-31,6
19,1-23,1
4-8
(Sumber: Sukirman,2003)
8
Menurut Sukirman (2003), menyatakan bahwa dalam melakukan
rancangan campuran disesuaikan dengan prinsip dasar metode Marshall
yaitu pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan
dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Persyaratan campuran lapis
aspal beton yang sesuai dengan prinsip dasar metode Marshall dapat dilihat
pada Tabel II.2 berikut.
Tabel II.2 Persyaratan Campuran Lapis Aspal Beton.
Sifat Campuran
LL Berat LL Sedang LL Ringan
(2X75 tumb) (2X50 tumb) (2X35 tumb)
Min Maks Min Maks Min Maks
Stabilitas (Kg) 550 - 450 - 350 -
Kelelehan (Flow) (mm) 2 4 2 4,5 2 5
Stabilitas/Flow (KN/mm)
(Marshall Quotient)
2 3,5 2 3,5 2 3
Rongga dalam campur-an
(%) (Void In Total Mix)
3 5 3 5 3 5
Indek Perendaman (%) 75 - 75 - 75 -
(Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987)
Jenis lalu lintas yang direncanakan adalah lalu lintas berat dengan jumlah
tumbukan 2 ´75.
C. Properties Marshall Test
Marshall test pertama kali dikembangkan oleh Bruce Marshall dan
dilanjutkan oleh U.S. Corps Enginer. Menurut Sukirman (1992)
Marshall Test atau pengujian Marshall merupakan suatu metode
pengujian untuk mengukur stabilitas dan kelelehan plastis (flow) suatu
campuran beton aspal dengan menggunakan alat Marshall.
Dengan pengujian Marshall tersebut serta setelah diadakan
perhitungan analisa benda uji akan didapat nilai-nilai yang merupakan
spesifikasi sifat Marshall yang merupakan parameter Marshall, antara
lain:
1. Stabilitas, yaitu ketahanan terhadap kelelahan plastis (flow) dari suatu
campuran beton aspal. Nilai stabilitas diperoleh pada saat jarum pengukuran
stabilitas berhenti dan mulai kembali pada posisi semula.
9
2. Flow, yaitu keadaan perubahan bentuk suatu campuran beton aspal (benda uji)
yang terjadi akibat suatu benda sampai batas runtuh, yang dinyatakan dalam
satuan 0,01. Nilai flow ini diperoleh pada saat jarum arloji pada pengukuran
stabilitas mulai berhenti dan mulai turun kembali pada posisi semula dan pada
saat itu pula diperoleh nilai flow yang ditunjukkan oleh jarum pada arloji
kelelahan (flow meter).
3. Density, yaitu nilai yang menunjukkan derajat kepadatan/kerapatan suatu
campuran yang telah dipadatkan
4. Void In The Mix (VITM), yaitu perbandingan volume prosentase rongga
terhadap volume total campuran atau nilai yang menunjukkan rongga dalam
suatu campuran yang dinyatakan dalam persen (%).
5. Void Filled With Asphalt (VFWA), yaitu nilai yang menunjukkan besarnya
rongga yang dapat diisi aspal yang dinyatakan dalam persen (%).
6. Marshall Quotient (MQ), yaitu nilai menunjukkan perbandingan antara nilai
stabilitas dengan nilai flow yang dinyatakan dalam kg/mm, (Bina Marga, 1987)
D. Properties ITS (Indirect Tensile Strength)
Menurut Bsi (british Standarts,2003), dalam pengadaan alat ITS ada ukuran
yang harus dipatuhi. Ukuran tersebut dapat dilihat dalam Tabel II.6 berikut.
Tabel II.3 Persyaratan Ukuran yang Tepat untuk Bidang Muatan
Diameter benda uji,
D(mm)
Lebar bidang muatan,
W(mm)
Beda tinggi maksimal kurva
bidang muatan, h (mm)
100 12.7 0.40
150 19.1 0.61
160 20.0 0.63
(Sumber: British Standart, 2003)
Karena diameter benda uji adalah 100 mm, maka W = 12,7 mm
dan h = 0,40 mm.
Alat ITS yang digunakan dalam tugas akhir ini merupakan modifikasi
dengan alat Marshall yang sudah ada di Laboratorium Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Surakarta, dan selanjutnya membuat gambar alat ITS yang
10
bidang muatnya sisesuaikan dengan persyaratan ukuran bidang muatan yang
sesuai dengan persyaratan. Sketsa alat ITS dapat dilihat pada Gambar II.1 berikut.
Gambar II.1. Sketsa Gambar Alat ITS
Cara memodifikasinya adalah dengan cara melepas baut pengait antara
beban muatan dengan tumpuannya pada alat Marshall pada bagian atas dan
bawah. Kemudian pasang beban muatan untuk alat ITS pada tumpuan alat
Marshall dengan baut yang sama pula pada bagian atas dan bawah, sehingga
tampaklah seperti Gambar II.1 di atas.
Karena alat ini merupakan modifikasi dengan alat Marshall, cara
memproduksinya sangat mudah, yang pertama dilakukan yaitu mendesain sebuah
beban muatan yang disesuaikan dengan ukuran persyaratan beban muatan yang
dapat dilihat pada Tabel II.7 sebanyak 2 buah. Kamudian membuat lubang baut,
pembuatan lubang baut disesuaikan dengan baut yang digunakan untuk
mengaitkan beban muatan pada alat Marshall karena baut itu pula yang akan
digunakan untuk mengaitkan beban muatan alat ITS pada tumpuan alat Marshall.
Selain diameter lubang baut, uliran baut juga disesuaikan, sehingga beban muatan
dapat mengait dengan sempurna pada tumpuan alat Marshall.
Menurut Bsi (British Standarts, 2003), langkah-langkah untuk menentukan
tes ITS, sebagai berikut.
1. Tekanan disesuaikan dengan perubahan bentuk dari benda uji yaitu 5 cm per
menit.
11
2. Pastikan beban dan benda uji sejajar selama pengujian.
3. Menentukan tinggi dan diameter benda uji.
4. Pastikan tempat untuk menguji benda uji suhunya tetap sehingga seluruh benda
uji pada suhu 25 .
5. Hati-hati dalam menurunkan beban dari tempatnya.
6. Pelan-pelan dalam menurunkan beban puncak dari pengaruh cahaya dengan
melakukan pengujian.
7. Melakukan pengawasan terhadap perubahan bentuk dan menentukan beban
vertikal dari kerusakan benda uji.
E. Analisis Perbedaan Marshall Stability dan ITS
Marshall Stability dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)
suatu material untuk menerima beban secara tekan. Biasanya kekuatan material
diindikasikan dengan nilai Marshall Stability yaitu kekuatan suatu campuran aspal
dalam menerima gaya tekan saja. Padahal kenyataan di lapangan, saat suatu
perkerasan jalan menerima beban kendaraan yang melintas di atasnya, material
bagian atas mendapatkan gaya tekan, sedangkan material bagian bawahnya
mendapatkan penyebaran beban dan gaya tarik. Untuk itu perlu diketahui juga
kemampuan material tersebut menerima gaya tarik, untuk mnegetahui kekuatan
material tersebut dalam menerima gaya tarik dengan menggunakan alat ITS
(Indirect Tensile Strength). Peristiwa di lapangan saat lapis perkerasan menerima
beban kendaraan yang melintas di atasnya dapat dilihat pada Gambar V.1 berikut.
Gambar II.2. Peristiwa Saat Lapis Perkerasan Menerima Beban Kendaraan yang
Melintas di Atasnya
Lapis perkerasan
Gaya tekan
Gaya tarik
12
Untuk mengetahui besar gaya yang mampu diterima oleh suatu lapis
perkerasan, maka dapat dilakukan pengujian benda uji di laboratirium yang dapat
diilustrasikan dan dilihat pada Gambar V.2. Marshall Stability dan Gambar V.3.
Indirect Tensile Strength sebagai berikut.
F. Penelitian Sejenis
Kalia Anurag, Feipeng Xiao, and Serji N. Amirkhanian (2008), dalam
penelitiannya yang berjudul “Laboratory investigation of indirect tensile strength
using roofing polyester waste fibers in hot mix asphalt”. Hasil dari eksperimen
menemukan bahwa, secara umum, penambahan dari polyester serabut adalah
diuntungkan dalam meningkatkan kekuatan tarik pada campuran yang
dimodifikasi, meningkatkan kekuatan antara keduanya kondisi basah dan kering,
dan meningkatkan isi kekosongan, isi aspal, berat/beban unit, dan Marshall
stability. Perbedaannya yaitu: dalam penelitian kali ini menggunakan AC (Asphalt
Concrete)sebagai bahan dengan tanpa menambahkan bahan aditive, sedangkan
pada penelitian Kalia Anurag, Feipeng Xiao, and Serji N. Amirkhanian (2008)
menggunakan polyester serabut sebagai bahan aditive. Persamaanya yaitu: samasam
menggunakan alat Marshall dan ITS (Indirect Tensile Strength) sebagai alat
uji benda uji.
a. Gambar II.3. Marshall Stability b. Gambar II.4. Indirect Tensile Strength
Gaya tarik
Benda uji Benda uji
Gaya tekan Gaya tekan
13
Heru Budi Utomol dan Sri Winarni (2005), dalam penelitiannya yang
berjudul “Pemanfaatan Bahan Bekas Galian Lapis Permukaan Jalan Aspal Beton
Dengan Pencampuran Dingin Dan Panas”. Hasil riset menunjukkan bahwa aspal
berisi adalah 7,44% dan terutama stabilitas mempunyai 99,75%. Perbedaannya
yaitu: dalam penelitian kali ini menggunakan jenis lapis perkerasa AC (Asphalt
Concrete)sebagai bahan dengan tanpa menambahkan bahan aditive, sedangkan
peda penelitian Heru Budi Utomol dan Sri Winarni menggunakan bahan bekas
galian lapis permukaan jalan aspal beton dengan pencampuran dingin dan panas.
Persamaannya yaitu: sama-sama menggunakan alat Marshall dan menentukan
karakteristik Marshallnya.
M. Agus Ariawan (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan
batu kapur sebagai filler pada campuran Asphalt Concrete Binder Coarse (ACBC)
dengan metode kepadatan mutlak (PRD)”. Perbedaannya yaitu: dalam
penelitian kali ini menggunakan jenis lapis perkerasa AC (Asphalt Concrete)
sebagai bahan dengan tanpa menambahkan bahan tambah, sedangkan pada
penelitian M. Agus Ariawan menggunakan batu kapur sebagai bahan tambah.
Persamaannya yaitu: sama-sama menggunakan alat Marshall dan menentukan
karakteristik Marshallnya.
Sutaryo (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Variasi
Temperatur Pemadatan Terhadap Swat Marshall dan Indeks Stabilitas Sisa
Berdasarkan Spesifikasi Baru Beton Aspal pada Laston (AC-BC) Menggunakan
Jenis Aspal Pertamina dan Aspal Esso Penetrasi 60/70. Perbedaannya yaitu:
dalam penelitian kali ini menggunakan jenis lapis perkerasan AC dengan
menggunakan aspal pertamina dengan penetrasi 60/70, sedangkan pada penelitian
Sutaryo menggunakan Aspal Pertamina dan Aspal Esso Penetrasi 60/70.
Persamaannya yaitu: sama-sama menggunakan alat Marshall dan menentukan
karakteristik Marshallnya.

[+/-] Selengkapnya...

PERBANDINGAN PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG METODE PELAKSANAAN PRECAST.....

CAHYONO, FAJAR (2010) PERBANDINGAN PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG METODE PELAKSANAAN PRECAST DENGAN METODE KONVENSIONAL DILIHAT DARI SEGI WAKTU DAN BIAYA (Study kasus proyek Asrama Balai Sungai Surakarta Teknologi n- panel system)
Abstract

Tugas Akhir ini dilakukan penelitian Studi perbandingan pembangunan proyek gedung, metode pelaksanaan precast dengan konvensional dilihat dari segi waktu dan biaya. Tujuan studi perbandingan ini adalah mengetahui waktu tercepat dan biaya yang termurah dari kedua metode, dengan obyek yang diteliti adalah Gedung Asrama Balai Sungai Surakarta. Studi perbandingan ini meliputi analisa waktu menggunakan dengan diagram CPM dan Time schedule rencana pelaksanaan proyek, analisa pertambahan uang terhadap waktu, dan analisa biaya dengan metode SNI yang menggunakan harga material, upah pekerja, dan sewa alat yang berlaku di Kabupaten Sukoharjo tahun 2009.

Dengan volume pekerjaan dihitung dari gambar rencana pelaksanaan precast n-panel system, dan perubahan gambar struktur pada metode konvensional. Sehingga diperoleh aspek-aspek yang menyebabkan perbedaan antara metode precast n-panel system dan metode konvensional. Hasil yang diperoleh dari studi perbandingan, dengan analisis waktu, dan biaya tersebut adalah sebagai berikut : 1.Waktu pelaksanaan dengan metode precast n-panel system lebih cepat selama 3 bulan (90 hari kalender) atau 12 minggu, dari pada pelaksanaan dengan metode konvensional. 2.Dengan memperhitungkan pertambahan nilai uang terhadap waktu, maka investasi awal pelaksanaan pembangunan dengan metode precast n-panel system lebih besar atau lebih tinggi Rp 521.453.116,26 dari pelaksanaan dengan metode konvensional. 3.Anggaran Biaya pelaksanaan dengan metode Precast n-panel system lebih besar dari pelaksanaan dengan metode konvensional yaitu sebesar Rp 321.161.271,48. 4.Pelaksanaan dengan precast n-panel system dapat dikerjakan secara mesinal sehingga waktu pelaksanaan lebih cepat dan penggunaan crane sebagai alat bantu erection membutuhkan biaya sewa alat yang besar sehingga anggaran biaya lebih besar.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
semakin berkembang pula metode pelaksanaan proyek bangunan gedung. Maka
perlu adanya suatu studi untuk memperdalam dan memahami metode tersebut.
Pada saat ini dikenal oleh masyarakat ada dua metode pelaksanaan beton yaitu,
metode precast dan metode konvensional.
Kedua metode tersebut banyak dipakai pada pembangunan proyek-proyek
gedung di Indonesia. Metode precast adalah bagian-bagian beton bertulang atau
tak bertulang yang dicetak dalam kedudukan lain dari kedudukan akhirnya di
dalam konstruksi, sedangkan konvensional pembuatan struktur beton yang dicetak
dalam kedudukan yang sama dengan akhir dari pelaksanaan konstruksi. Dalam
ilmu manajemen proyek metode tersebut merupakan salah satu dari beberapa
sumber daya proyek yang ada.
Sumber daya proyek dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu :
1. Manusia (Man),
2. Bahan bangunan (Material),
3. Mesin/ peralatan (Manchine)
4. Metode/ cara kerja (Method),
5. Modal uang (Money), dan
6. Pasar (Market).
Sumber daya tersebut di atas tidak tersedia melimpah sehingga merupakan
kendala bagi pencapaian tujuan proyek. Dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, kendala-kendala tersebut dapat ditanggulangi
sehingga tercapailah tujuan yang diinginkan. Selain sumber daya yang merupakan
kendala, terdapat pula kendala-kendala untuk mencapai tujuan seperti : waktu,
kondisi alam, kondisi sosial, dan sebagainya.

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika
dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi,
karena bahan-bahan pembentukannya mudah didapat di Indonesia, cukup awet,
mudah dibentuk dan harganya relatife terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat
menjadi perhatian dalan sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan
yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahanbahan
dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan
langka. Sehingga mulai tergeser dengan beton precast.
Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab
kebutuhan di era millennium baru ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan
pengecoran komponen di tempat khusus di permukaan tanah (pabrikasi), lalu
dibawa ke lokasi (transportasi) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh
(ereksi). Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat
dan masal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas
produk yang baik.
Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem
dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Sistem
pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom
plat lantai. Permasalahan mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di
Indonesia saat ini adalah :
1. Sistem ini relatife baru.
2. Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetak
yang telah ada.
3. Serta keandalan sambungan antarkomponen untuk sistem pracetak terhadap
beban gempa yang selalu menjadi kenyataan.
4. Belum adanya pedoman resmi mengenai tatacara analisis, perencanaan serta
tingkat kendalan khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan pedoman
bagi pelaku konstruksi.
Dalam bahasan ini sangat berkaitan dengan studi perbandingan
pembangunan asrama balai sungai Surakarta metode pelaksanaan precast n-panel
system dengan metode konvensional dari sisi waktu dan biaya. Sehingga akan
diperoleh suatu perbandingan yang nyata dari kedua metode tersebut, yang
dipengaruhi oleh sumber daya proyek yang ada.
Perbedaan yang mendasar antara kedua metode adalah cara pengerjaan dan
pembuatan betonnya. Akan tetapi belum diketahui alasan mendasar dari kedua
metode tersebut digunakan dalam pelaksanaan suatu pembangunan proyek
gedung. Dari kedua metode tersebut jelas ada segi keuntungan dan kerugiannya
tergantung dari sumber daya proyek yang tersedia di lapangan.
Dengan berbagai alasan tersebut maka penulis mencoba mengkaji metode
pelaksanaan precast dan konvensional, yang akan dilihat dari segi waktu dan
biaya pelaksanaannya. Yang diharapkan dapat memberi kontribusi pendidikan
maupun pandangan-pandangan dalam ilmu metode pelaksanaan proyek sipil pada
khususnya dan memberi suatu sosialisasi pada masyarakat dengan adanya metode
pelaksanaan precast.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka diambil suatu rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana perbandingan pelaksanaan kontruksi precast dan konvensional dari
segi waktu?
2. Bagaimana perbandingan pelaksanaan kontruksi precast dan konvensional dari
segi biaya?
3. Menganalisa waktu dan biaya kedua metode tersebut, sehingga diperoleh akar
permasalahan yang terjadi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari diadakanya penelitian ini adalah:
1. Mengetehui perbandingan waktu pelaksanaan pembangunan metode precast
dengan metode konvensional.

2. Mengetehui perbandingan biaya yang diperlukan pembangunan metode precast
dengan metode konvensional.
3. Mengetahui aspek atau akar permasalahan yang terjadi antara kedua metode.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang teknik sipil khususnya
management konstruksi pembangunan gedung.
2. Mengetahui perbandingan-perbandingan waktu dan, biaya pembangunan
metode precast dengan metode konvensional.
3. Memberikan tambahan sumbangan pemikiran tentang ilmu pengetahuan,
khususnya para pelaksana jasa konstruksi bangunan gedung dalam mememilih
metode pelaksanaannya.
E. Batasan Masalah
Supaya tidak terjadi perluasan dalam pembahasan, maka diberikan
batasan-batasan secara teknis sebagai berikut :
1. Study perbandingan dilakukan pada Proyek Pembangunan Asrama Balai
Sungai Surakarta, yang semula menggunakan metode precast n-panel akan
dikonversi menjadi metode konvensional dengan mutu pelaksanaan yang sama
dan lusan yang sama.
2. Segi perbandingan yang diteliti adalah :
a. Waktu pelaksanaan proyek dengan metode precast n-panel dan metode
konvensional.
b. Biaya pelaksanaan proyek dengan metode precast n-panel dengan metode
konvensional.
3. Analisis studi perbandingan proyek ini meliputi:

a. Analisa biaya menggunakan Rencana Anggaran Biaya dengan SNI (standart
Nasional Indonesia) dengan harga meterial dan upah pekerja di Kabupaten
Sukoharjo.
b. Analisa Waktu menggunakan time schedule.
c. Analisa studi perbandingan dan akar permasalahan yang menyebabkan
perbedaan kedua metode precast n-panel dan konvensional.
d. Analisis waktu terhadap biaya menggunakan tinjauan suku bunga bank yang
berlaku pada saat kajian.
F. Keaslian Tugas Akhir
Penyusunan tugas akhir ini merupakan studi yang pertama dan belum
pernah ada penelitian yang sebelumnya atapun tugas akhir yang terdahulu. Dalam
tugas ini membahas studi perbandingan proyek pembangunan metode precast npanel
system dan konvensional pada pembangunan Asrama Balai Sungai
Surakarta yang membedakan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

[+/-] Selengkapnya...

PERENCANAAN GEDUNG LIMA LANTAI (1 BASEMENT) UNTUK RUMAH SAKIT DI PURWODADI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL

ARDISAPUTRA, FEBBY (2010)
Abstract

Tugas akhir ini dimaksudkan untuk merencanakan gedung rumah sakit umum di Purwodadi. Perencanaan ini dibatasi pada perencanaan elemen struktur dari gedung, yaitu struktur rangka atap baja (kuda-kuda utama), pelat lantai, tangga, struktur beton bertulang (balok dan kolom) dan pondasi. Perencanaan gedung terletak di Purwodadi dengan faktor gempa sesuai dengan prinsip daktail parsial. Perencanaan pembebanan untuk gedung menggunakan Peraturan Pembebanan Untuk Gedung 1983 dan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971. Analisis perhitungan struktur gedung menggunakan bantuan “SAP 2000” non linear dengan tujuan mempercepat perhitungan.

Sedangkan penggambaran menggunakan program Autocad 2007 dan sketch up V.6. Analisis beban gempa menggunakan metode statik ekivalen dengan Pedoman Peraturan Gempa SNI 1726-2002. Perhitungan struktur beton mengacu pada SNI 03-2847-2002, sedangkan untuk perhitungan struktur rangka atap baja mengacu pada PPBBUG 1987 serta SNI 03-1729-2002. Mutu bahan untuk penulangan struktur beton bertulang dengan kuat tekan (f’c) = 25 MPa, fy plat = 300 MPa, fy balok = fy kolom = fy pondasi = 400 MPa, sedangkan untuk profil kuda-kuda baja menggunakan mutu baja Bj 52 (σijin = 2400 kgcm2). Hasil yang diperoleh pada perencanaan struktur gedung adalah sebagai berikut : Stuktur rangka kuda-kuda baja menggunakan profil   50.65.7 dan   40.60.6, dengan alat sambung baut ø = 9,52 mm dan pelat buhul 10 mm. Ketebalan plat lantai 12 cm dengan tulangan pokok D8 dan tulangan bagi D6. Ketebalan Plat tangga dan bordes 12 cm dengan tulangan pokok D12 dan tulangan bagi D6. Balok anak menggunakan dimensi 200/300, sedangkan untuk balok induk menggunakan dimensi 400/500 dengan tulangan pokok D22 dan tulangan geser 2 dp 10. Kolom menggunakan dimensi 500/500 dengan tulangan pokok D22 dan tulangan geser 2 dp 10. Dimensi pondasi tiang pancang 400/400 mm dengan tulangan pokok D19 dan tulangan geser 2 dp 10, plat poer (3x3) m2 setebal 1 m dengan tulangan pokok D25 dan tulangan bagi D16, sedangkan dimensi sloof 400/500 menggunakan tulangan pokok D22 dan tulangan geser 2 dp 10.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan suatu masyarakat salah satunya dapat diukur melalui tingkat
kesehatannya. Bahkan keberhasilan pembangunan ditentukan bila sejauh mana
tingkat kesejahteraan dapat dicapai. Kesehatan masyarakat akan meningkatkan
produktifitas kerja yang pada gilirannya dapat menunjang kegiatan pembangunan
baik fisik maupun rohani.
Purwodadi adalah kota yang sedang berkembang dan berusaha
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya seperti kota-kota lainnya. Untuk
memenuhi kebutuhan warganya, Purwodadi terus membangun fasilitas maupun
prasarana fisik, seperti jalan, perumahan untuk tempat tinggal, rumah sakit,
pertokoan dan perkantoran untuk melakukan usaha, serta sarana pelengkap
lainnya.
Dan dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat Purwodadi akan
pelayanan kesehatan yang memadai akan direncanakan pembangunan gedung
Rumah Sakit yang memiliki fasilitas lebih lengkap dan kapasitas yang lebih
banyak dibanding dengan rumah sakit-rumah sakit yang sudah ada sebelumnya.
Dalam Standar Nasional Indonesia SNI-1726-2002 menjelaskan bahwa
struktur gedung yang ketahanan gempanya direncanakan menurut Standar SNI-
1726-2002 ini dapat berfungsi :
1). menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat
gempa yang kuat;
2). membatasi kerusakan gedung akibat gempa ringan sampai sedang, sehingga
masih dapat diperbaiki;
3). membatasi ketidaknyamanan penghunian bagi penghuni gedung ketika terjadi
gempa ringan sampai sedang;
4). mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung
Berdasarkan pertimbangan yang telah dikemukakan di atas, maka untuk
merencanakan Rumah Sakit lima lantai di Purwodadi ini menggunakan prinsip
daktail parsial. Karena dapat memenuhi persyaratan diatas selain itu pelaksanaan
nya lebih effisien.
Sesuai dengan fungsi dari Rumah Sakit yaitu sebagai pelayanan dalam
bidang kesehatan, maka di dalam Rumah Sakit Purwodadi ini juga di beri
beberapa fasilitas penting yang juga berfungsi untuk melayani kesehatan
diantaranya yaitu:
1). Kamar inap yaitu ruangan yang digunakan untuk menginap pasien pada saat
proses pengobatan maupun proses perawatan.
2). Ruang obat yaitu ruang yang digunakan untuk menyimpan obat-obatan.
3). Ruang penanganan ICU yaitu ruangan yang digunakan untuk menanggani
pasien yang menggalami keadaan kritis.
4). Ruang bedah yaitu ruangan yang digunakan untuk melakukan proses
pembedahan atau operasi.
5). Kantor direksi yaitu kantor yang digunakan untuk pejabat-pejabat rumah sakit
seperti Direktur, Wakil I, Wakil II, Wakil III, Sekertaris, dan Staff.
6). Ruang pertemuan adalah ruangan yang digunakan untuk pertemuan ataupun
rapat.
7). Ruang dokter yaitu ruangan khusus yang digunakan untuk Dokter.
8). Kamar mandi yang di tempatkan pada tiap kamar inap yang digunakan untuk
kepentingan pasien yang menginap dan kamar mandi yang ditempatkan di luar
pada tiap lantai yang digunakan untuk kepentingan orang umum.
9). Kantin yang ditempatkan pada lantai 1 dan 4 agar para penunjung tidak perlu
terlalu jauh untuk naik turun lantai jika merasa lapar.
10). Lavatory and smoking area yaitu area yang digunakan untuk WC sekaligus
area untuk merokok. Karena pada tiap lantai terdapat fasilitas WC dan kamar
mandi serta tiap lantai juga dibutuhkan adanya listrik maka dibutuhkan adanya
shaf .
11). Tangga yang digunakan untuk para penggunjung.
12). Lift sebagai alat untuk naik atau turun bagi para pasien dan para penjenguk.
Dengan adanya fasilitas ini diharapkan kebutuhan masyarakat yang ada di
Rumah Sakit ini akan terpenuhi semua, sehingga tercapai tujuan pendirian Rumah
Sakit ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang diuraikan pada bagian latar belakang,
penulis mengambil suatu rumusan yang akan digunakan sebagai acuan sebagai
berikut:
1). Kebutuhan masyarakat akan fasilitas kesehatan yang lengkap dan kapasitas
yang lebih besar.
2). Mengingat Indonesia pada saat ini sering dilanda gempa, maka direncanakan
sebuah gedung rumah sakit tahan gempa.
C. Tujuan Perencanaan
Tujuan perencanaan Rumah Sakit di Purwodadi ini adalah :
1). Untuk mandapatkan analisis struktur dalam perencanaan Rumah Sakit di
Purwodadi
2). Untuk mendapatkan perencanaan konstruksi bangunan Rumah Sakit di
Purwodadi yang tahan gempa, yang meliputi perhitungan dan gambar struktur
sesuai prinsip daktail parsial.
D. Manfaat Perencanaan
Manfaat pada perencanaan ini ada 2 macam yaitu manfaat secara teoritis
dan secara praktis, dengan penjelasan sebagai berikut :
1). Secara teoritis, perencanaan Rumah Sakit di Purwodadi ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan di bidang perencanaan struktur, khususnya dalam
perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa dengan prinsip daktail
parsial.
2). Secara praktis, perencanaan gedung ini diharapkan dapat dipakai sebagai
salah satu referensi pada sistem perencanaan struktur tahan gempa dalam
suatu bangunan gedung.
3). Untuk membuat perencanaan konstruksi bangunan yang nantinya akan
digunakan sebagai perbandingan dengan perencanaan konstruksi bangunan
yang sudah dibuat oleh konsultan perencana bangunan Rumah Sakit di
Purwodadi
E. Batasan Masalah
Menghindari melebarnya pembahasan, dalam penyusunan tugas akhir ini
permasalahan dibatasi pada perencanaan struktur, yaitu perencanaan struktur atap
(kuda-kuda) dan beton bertulang (plat lantai, tangga, balok, kolom dan
perencanaan pondasi) dari bangunan struktur rumah sakit dengan prinsip daktail
parsial. Batasan yang digunakan antara lain sebagai berikut :
1. Peraturan-peraturan
1). Bangunan gedung Rumah Sakit lima lantai (1 basement),
2). Perencanaan konstruksi beton bertulang mencakup plat lantai, tangga, balok,
kolom, dan perencanaan pondasi.
3). Perencanaan konstruksi atap mencakup rangka baja, gording, sagord, dan
lain-lain.
4). Digunakan beton bertulang dengan mutu beton f’
c= 25 MPa, dan mutu baja
tulangan fy = 400 MPa (tulangan), fy = 300 MPa (begel).
5). Bangunan berada di Purwodadi ( wilayah gempa 3 ), dengan jenis tanah yang
keras.
6). Peraturan-peraturan yang digunakan dalam perencanaan sebagai berikut :
a). Peraturan Pedoman Perencanaan Bangunan Baja Untuk Gedung
(PPBBUG) 1987.
b). Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBI) 1971.
c). Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung (PPIUG) 1983.
d). Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Rumah dan Gedung
SNI-1726-2002.
e). Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-
2847-2002.
2. Perhitungan dan pembahasan
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan perhitungan dan pembahasan,
maka digunakan persyaratan – persyaratan sebagai berikut :
1). Perhitungan perencanaan struktur beton bertulang pada Rumah Sakit lima
lantai (1 basement) dengan prinsip daktail parsial sesuai dengan SK 03-1726-
2002 .
2). Berdasarkan Pasal 4.3.3 SNI 3-1726-2002, taraf kinerja struktur gedung
berupa daktail parsial dengan faktor daktalitas (μ) = 3,0 dan faktor reduksi
gempa (R) = 4,8 di Purwodadi yang termasuk wilayah gempa 3 .
3). Struktur gedung dengan denah “T dan memanjang” dianalisis secara dilatasi.
4). Kombinasi pembebanan pada struktur atap berdasarkan SNI 03-1729-2000.
5). Kombinasi pembebanan pada struktur beton bertulang berdasarkan SNI 03-
2847-2002.
6). Analisa mekanika menggunakan program SAP 2000 V. 11 non linear.
7). Struktur atap direncanakan berupa kuda-kuda rangka baja.
8). Plat atap direncanakan dengan ketebalan 100 mm dan plat lantai serta plat
tangga direncanakan dengan ketebalan 120 mm.
9). Dimensi awal balok induk 400/500 mm, balok anak 200/300 mm dan kolom
500/500 mm. Dimensi ini digunakan sebagai data awal perhitungan dan dapat
berubah sesuai dengan perhitungan dimensi yang paling optimal (bila
memungkinkan)
10). Pondasi digunakan tiang pancang dan dipancangkan sampai mencapai tanah
keras.
11). Mutu beton f’c = 25 MPa, mutu baja tulangan (fy) BJTD = 400 MPa, mutu
baja begel BJTP = 300 MPa dan mutu baja rangka kuda-kuda = BJ 52.
12). Tinggi kolom direncanakan 4 m.

[+/-] Selengkapnya...

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH

Abdurrohman , Syahid (2010)
Abstract

Konstruksi jalan raya sangat dipengaruhi oleh kondisi subgrade pada lapisan jalan tersebut. Sifat-sifat subgrade perlu mendapat perhatian yang cukup mendalam dalam perencanaan jalan raya. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zam zami (2007) terhadap tanah Tanon Sragen bahwa dilihat dari % bahan yang lolos saringan No 200 sebesar 89,79% dihubungakan dengan nilai batas cair dan indeks plastisitas yang ada, maka menurut Unified Soil Classification System (USCS) tanah tersebut termasuk kedalam kelompok CH yaitu lempung anorganik dengan plastisitas tinggi (high plasticity clay), atau fat clay, sedangkan menurut American Association of State Highway and Transportation (AASHTO) tanah di daerah Tanon Sragen termasuk yang tidak baik atau buruk, apabila digunakan sebagai dasar pondasi jalan raya.

Melihat kondisi tanah tersebut, maka perlu adanya perbaikan. Salah satu perbaikan yang bisa dilakukan adalah dengan cara stabilisasi terhadap tanah dasar (subgrade). Metode penelitian melalui serangkaian pengujian, yaitu berat jenis (spesific gravity), kadar air (water content), analisa saringan dan hydrometer (grain size analysis), batas konsistensi (Atterberg limits), kepadatan (standard Proctor), Uji kuat Tekan Bebas dan Uji Permeabilitas tanah asli dan juga tanah campuran kapur + fly ash dengan variasi penambahab kapur 5%,10% dan flyash 0%,2.5%, 5%, 10% dengan mengacu pada standar ASTM. Hasil penelitian untuk tanah asli adalah w = 18,71%, Gs = 2,29, LL = 70%, PL = 22,50%, SL = 19,43%, berdasarkan grafik distribusi butiran yaitu : kerikil = 0%, pasir = 15,22%, lempung = 84,78%. Sehingga tanah sampel merupakan tanah lempung anorganik dengan plastisitas tinggi dan masuk kelompok A-7-6 (22). Hasil uji Standard Proctor mendapatkan Berat isi kering maksimum 1,250 gr/cm3, kadar air optimum 22,8%. Hasil uji kuat tekan bebas / UCT ( Unconfined Compression Test ) menunjukkan bahwa pada pengujian tanah asli didapatkan nilai Cu sebesar 75,94 kN/m2 cenderung naik seiring penambahan dan Hasil uji permeabilitas didapatkan nilai koefisien permeabilitas tanah asli sebesar 8.224 x 10-6 cm/det cenderung turun seiring penambahan kapur dan Fly ash. Kata kunci : kuat tekan bebas, permeabilitas, subgrade, sifat fisis dan mekanis.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zam zami (2007)
terhadap tanah Tanon Sragen sebagai berikut dilihat dari % bahan yang lolos
saringan No 200 sebesar 89,79% dihubungakan dengan nilai batas cair dan indeks
plastisitas yang ada, maka menurut Unified Soil Classification System (USCS)
tanah tersebut termasuk kedalam kelompok CH yaitu lempung anorganik dengan
plastisitas tinggi (high plasticity clay), atau fat clay, sedangkan menurut American
Association of State Highway and Transportation Officials Classification
(AASHTO) tanah di daerah Tanon Sragen termasuk yang tidak baik atau buruk,
apabila digunakan sebagai dasar pondasi jalan raya.
Melihat kondisi tanah tersebut, maka perlu adanya perbaikan. Salah satu
perbaikan yang bisa dilakukan adalah dengan cara stabilisasi terhadap tanah dasar
(subgrade). Hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Zam
zami (2007) yang menggunakan fly ash sebagai bahan stabilisasi yang hasilnya
bahwa dilihat dari liquid limit (LL) dan plastic limit (PL) mengalami penurunan
seiring dengan penambahan fly ash dan penelitian yang dilakukan Istiawan (2007)
yang menggunakan kapur sebagai bahan stabilisasi yang hasilnya bahwa dilihat
dari liquid limit (LL) dan plastic limit (PL) mengalami penurunan seiring dengan
penambahan kapur, Maka Stabilisasi yang dilakukan pada penelitian ini mencoba
menggabungkan dua bahan stabilisasi tersebut yaitu dengan memanfaatkan kapur
dan limbah batu bara (fly ash).
Fly ash pada umumnya lebih halus dari semen portland dan terdiri dari
partikel-partikel kaca (Sphere of glass) dengan komposisi yang kompleks dari
silika, ferric oksida dan alumina. Komposisi fly ash beragam menurut sumber
batubaranya. American Society for Testing Materials (ASTM) membagi fly ash
kedalam kelas F dan kelas C. Fly ash yang digunakan dalam penelitian ini adalah
fly ash kelas F, biasanya dihasilkan dari pembakaran batubara anthracite atau
bitumious coal. Sifat fly ash jenis ini tidak self-harderning akan tetapi umumnya
bersifat pozzolan. Jadi dengan adanya air fly ash ini bereaksi dengan kapur untuk
membentuk hasil-hasil yang bersifat cementitious. Sehingga selain menggunakan
fly ash juga memanfaatkan kapur sebagai bahan stabilisasi.
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang dikemukakan pada latar belakang diatas maka
perlu dicoba meneliti besarnya peningkatan kuat dukung tanah setelah dilakukan
stabilisasi kimiawi dengan memanfaatkan kapur dan fly ash. Sehingga dapat
diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1) Tanah di daerah Tanon Sragen termasuk yang tidak baik atau buruk, apabila
digunakan sebagai dasar pondasi jalan raya hal ini berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Zam zami (2007).
2) Bagaimana sifat-sifat fisis subgrade jalan raya di Kecamatan Tanon,
Kabupaten Sragen setelah dilakukan stabilisasi kimiawi dengan
memanfaatkan kapur dan fly ash.
3) Seberapa besar nilai kuat tekan bebas dan koefisien permeabilitas tanah asli
dan tanah campuran fly ash + kapur dengan uji Kuat Tekan Bebas dan uji
Permeabilitas di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1) Mengetahui sifat fisis dan mekanis subgrade jalan raya di Kecamatan Tanon
Kabupaten Sragen.
2) Mengetahui sifat fisis tanah campuran tanah tanon + kapur + fly ash.
3) Mengetahui kuat tekan bebas dan koefisien permeabilitas tanah asli dan tanah
campuran fly Ash + kapur pada saat kadar air optimum dengan uji kuat tekan
bebas dan uji permeabilitas.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1). Bagi praktisi teknik sipil
Hasil penelitian diharapkan bisa memberi referensi kepada semua mahasiswa
teknik sipil.

2). Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi warga di daerah-daerah yang
mempunyai tanah Tanon.
E. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi perluasan masalah dan penelitian ini lebih terfokus pada
rumusan masalah, maka perlu diberikan batasan-batasan sebagai berikut :
1) Proses penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan
menggunakan segala fasilitas yang telah disediakan. Dan untuk pengujian kuat
tekan bebas dan uji permeabilitas dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah
Universitas Sebelas Maret.
2) Tanah uji adalah tanah lempung dari Desa Jono, Kecamatan Tanon, Sragen
dengan kondisi tanah terganggu ( disturb ). Uji tanah asli tetap dilakukan
sedangkan hasil penelitian sebelumnya hanya sebagai pembanding saja.
3) Bahan stabilisasi yang digunakan adalah limbah batu bara (fly ash) dari PT.
Bangun Citra, Masaran, Sragen dan kapur padam yang biasa digunakan
sebagai campuran pada bahan bangunan dengan persentase (fly ash) 0%, 2,5%,
5%, 10% sedang kapur 5% dan 10 %.
4) Uji yang dilakukan meliputi :
a. Pemeriksaan berat jenis tanah ( Specific Gravity ) (ASTM D
854).Water Content Analysis (ASTM D 422-73).
b. Pemeriksaan pembagian ukuran butiran tanah ( analisa saringan dan
analisa hydrometer ) (ASTM D 422).
c. Pemeriksaan batas-batas Atterberg, meliputi : pemeriksaan batas cair
(Liquid Limit), pemeriksaan batas plastis (Plastic Limit), pemeriksaan
batas susut (Shrinkage Limit) (ASTM D 4318).
d. Pengujian kepadatan tanah dengan Standard Proctor (ASTM D
698).Pengujian Kuat Tekan Bebas pada kadar air optimum (ASTM D
2434).
e. Pengujian Permeabilitas pada kadar air optimum hanya pada tanah asli
dan tanah campuran dengan variasi kapur 5% + fly ash 10% dan
kapur 10% + fly ash 10% (pada penambahan kapur 5% dan 10%
diambil penambahan fly ash terbesar yaitu 10%) (ASTM B 698).
F. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Istiawan (2007) dengan
judul PENGARUH KAPUR SEBAGAI BAHAN STABILISASI TERHADAP
KUAT DUKUNG DAN POTENSI PENGEMBANGAN TANAH LEMPUNG
(studi kasus tanah lempung tanon,sragen) dan penelitan lain yaitu penelitian Zam
zami (2007) dengan judul PENGARUH PEMAKAIAN FLY ASH TERHADAP
TEKANAN PENGEMBANGAN DAN PENURUNAN KONSOLIDASI PADA
TANAH LEMPUNG TANON SRAGEN.
Penelitian Tugas Akhir ini adalah untuk meneliti besarnya kuat dukung
tanah dengan uji kuat tekan bebas dan uji permeabilitas tanah Tanon yang di
stabilisasi dengan kapur dan fly ash.

[+/-] Selengkapnya...

TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT DUKUNG SUBGRADE JALAN RAYA SAMBI KABUPATEN BOYOLALI

Ajie, Muhammad Araj Wima (2010)
Abstract

Konstruksi jalan raya sangat dipengaruhi oleh kondisi subgrade pada lapisan jalan tersebut. Sifat-sifat subgrade perlu mendapat perhatian yang cukup mendalam dalam perencanaan jalan raya. Tanah di daerah Sambi Kabupaten Boyolali sering mengalami serius, selama ini konstruksi jalan banyak yang retak- retak dan bergelombang. Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba meneliti mengenai subgrade di daerah Sambi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai sifat fisis dan mekanis tanah yaitu tentang klasifikasi maupun property tanah, kuat dukung tanah dan kuat geser tanah dari kadar air hasil pemadatan Standard Proctor.

Metode penelitian melalui serangkaian pengujian, yaitu berat jenis (specific gravity), kadar air (water content), analisa saringan dan hydrometer (grain size analysis), batas konsistensi (Atterberg Limits), kepadatan (Standard Proctor), California Bearing Ratio dan Direct Shear Test dengan mengacu pada standar ASTM dan prosedur pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian ini adalah w = 18,48%, Gs = 2,65, LL = 65%, PL = 45,23%, SL = 19,08%, berdasarkan grafik distribusi butiran yaitu : kerikil = 0%, pasir = 46%, lanau = 25%, lempung = 28%. Sehingga tanah sampel merupakan tanah lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi (OH) dan masuk kelompok A-7-5 (20). Hasil uji Standard Proctor mendapatkan variasi kadar air 28,8% - 55,5%, kadar air optimum 42% dengan berat isi kering sebesar 1,04 gram/cm3 . Hasil uji CBR unsoaked antara 4,08% - 9,04%, CBR soaked antara 1,025% - 2,225%. Dari hasil uji Direst Shear Test nilai kohesi tanah (c) antara 28,23 kN/m2 – 34,21 kN/m2 . Hasil uji sudut gesek dalam (ϕ ) antara 13,22 0 - 18,01 0 .

[+/-] Selengkapnya...

KARAKTERISTIK KEPADATAN DAN CBR MATERIAL RAP (RECLAIMED ASPHALT PAVEMENT) DENGAN PROSES PENCAMPURAN HANGAT ( WARMMIX )

Purnomo , Wahyu (2010)
Abstract

Perkembangan ekonomi dan lingkungan telah mendorong daur ulang dari baja, aluminium, plastik, dan material lain. Salah satu dari bahan material yang dapat di daur ulang adalah bongkaran aspal atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement). Bongkaran aspal ini akan menjadi limbah yang tidak berguna sehingga menimbulkan permasalahan yang baru bagi lingkungan sekitar. Teknologi daur ulang bahan perkerasan jalan sangat cocok dilaksanakan pada ruas jalan yang mengalami kerusakan dan sudah tidak efektif lagi untuk diperbaiki atau dilakukan lapis ulang di ata snya. Cara ini sering disebut dengan metode daur ulang atau recycling dan material bekas perkerasan yang didaur ulang dikenal sebagai (Reclaimed Asphalt Pavement) atau disingkat RAP dengan pencampuran hangat (warmmix). RAP di olah secara hangat untuk menge tahui apakah aspal akan mengalami perubahan fisik jika dihangatkan di bawah suhu 100°C. Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba meneliti RAP untuk bahan perkerasan jalan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan informasi mengenai sifat fisis dan mekanis RAP yaitu tentang properties RAP maupun daya dukung RAP dengan uji CBR.

Metode penelitian ini melalui serangkaian pengujian, yaitu keausan agregat (Abrasi), analisa saringan (Gradasi), kadar aspal dengan Ekstraksi, kepadatan (Modified Proctor), California bearing ratio (CBR) dengan mengacu pada standar ASTM dan prosedur pengujian di Laboratorium Mekanika Tanah dan Bahan Perkerasan Jalan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian RAP yang diteliti berdiameter 4,75mm sebesar 60% dari hasil uji Gradasi. Nilai Abrasi 59,6%, Eks traksi rata-rata 4,66%. Hasil uji pemadatan RAP + agregat baru dengan Modified Compaction Test didapat berat isi kering (?d max) 2,448 gr/cm3 dan kadar air optimum (wopt) 4,9%. Sedangkan Hasil uji pemadatan RAP murni dengan Modified Compaction Test didapat berat isi kering (?d max) 2,255 gr/cm3 dan kadar air optimum (wopt) 5 %. Nilai CBR rata-rata yang diolah secara hangat untuk unsoaked sebesar 36 % pada suhu 50° C, suhu 70° C sebesar 32 %, dan suhu 90° C sebesar 27 %. Dalam penelitian ini uji CBR dengan suhu 70° C dan 90° C dibuat grafik hubungan suhu dengan CBR untuk mengetahui nilai yang paling ekstrim dari beberapa sampel yang telah diuji . Selanjutnya dari nilai yang paling ekstrim dilakukan uji berkelanjutan untuk mengetahui kekuatan luluh atau titik luluh yang merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam struktural perkerasan jalan yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan, bending atau puntiran , dari penelitian dihasilkan nilai deformasi atau penurunan 2,1 inchi.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi dan lingkungan telah mendorong daur ulang dari
baja, aluminium, plastik, dan material lain. Salah satu dari bahan material yang
dapat di daur ulang adalah bongkaran aspal. Bongkaran aspal ini akan menjadi
limbah yang tidak berguna sehingga menimbulkan permasalahan yang baru bagi
lingkungan sekitar. Belakangan, muncul teknologi baru untuk mendaur ulang
material bekas tersebut dan ditambah dengan kombinasi bahan peremaja atau
bahan semen, aspal emulsi, foamed bitumen untuk kemudian dijadikan material
perkerasan yang baru sebagai bahan perkerasan jalan. Teknologi daur ulang ini
menawarkan berbagai keuntungan lingkungan, diantaranya adalah mengurangi
penggunaan bahan alam natural ( agregat dan aspal ), mengatasi problem limbah,
menghemat penggunaan energi dan BBM serta mengurangi emisi gas karbon.
Teknologi daur ulang bahan perkerasan jalan sangat cocok dilaksanakan
pada ruas jalan yang mengalami kerusakan dan sudah tidak efektif lagi untuk
diperbaiki atau dilakukan lapis ulang di atasnya. Cara ini sering disebut dengan
metode daur ulang atau recycling dan material bekas perkerasan yang didaur
ulang dikenal sebagai (Reclaimed Asphalt Pavement) atau disingkat RAP.
Di Indonesia, teknologi recycling sudah mulai dipergunakan walaupun
belum populer. Pada saat ini (tahun 2009), paling tidak ada dua buah proyek
pekerjaan recycling sedang dilaksanakan yaitu di ruas jalan jalur Jatibarang-
Kalimanan-Cirebon menggunakan bahan tambah foamed bitumen dan di ruas
jalan Boyolali (Solo – Semarang) menggunakan bahan tambah semen.
Penelitian ini dilakukan untuk meningkatkan pemaha man tentang material
RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) untuk bahan perkerasan jalan. Material RAP
ini akan digunakan untuk lapis pondasi atas. Pada penelitian ini dilakukan
pengujian kepadatan (density) dan CBR (California Bearing Ratio) material RAP
dengan pencampuran hangat (warmmix).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumusankan beberapa masalah dalam
penelitian ini, antara lain sebagai berikut :
1. Karakteristik dasar material RAP sebagai bahan daur ulang perlu diketahui
dalam rangka memahami jenis dan klasifikasinya. Karakteristik yang perlu
diketahui adalah karakteristik fisik geometrik, gradasi, komposisi agregat
dan aspal dalam RAP, kepadatan dan CBR.
2. Penggunaan RAP yang dipanaskan pada beberapa variasi suhu di bawah
100oC pada saat proses pencampuran (warm-mix).
3. Ujian pendahuluan menunjukkan bahwa RAP tidak masuk spesifikasi dari
lapis pondasi atas maka memerlukan bahan tambah agregat baru.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik material
RAP yang di olah secara hangat (warmix). Adapun tujuan detail penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Investigasi karakteristik dasar material RAP sebagai bahan daur ulang
perkerasan jalan.
2. Untuk menentukan nilai daya dukung RAP jika dipadatkan di laboratorium.
3. Hasil yang di capai digunakan untuk menentukan penggunaan dalam lapis
perkerasan.
Sedangkan manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Menambah pengetahuan mengenai uji laboratorium dengan karakteristik
kepadatan dan CBR material RAP dengan proses pencampuran hangat.
2. Untuk mengetahui nilai kepadatan dan daya dukung RAP yang dipanaskan di
bawah suhu 100oC, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan
jenis perkerasan.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah yang diambil penulis pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Agregat yang digunakan diperoleh dari daerah Masaran Sragen.
2. Menentukan nilai daya dukung RAP jika dipadatkan di laboratorium.
3. Investigasi sifat fisik material RAP.
4. Pengujian kepadatan dengan Modified standard proctor (ASTM D 698)
5. Pengujian daya dukung dengan CBR (ASTM D 698), bila hasil pemadatan
baik ada kemungkinan dilakukan uji Marshall.
E. Keaslian Penelitian
Pada penelitian terdahulu oleh Nanang Tri Pamungkas (2009) dengan
judul ” Kajian Uji Kuat Tekan Pada Asphalt Concrete Campuran Panas Dengan
RAP ”. Kesimpulan dari percobaan ini adalah bertambahnya campuran RAP
dengan kadar 0% mempunyai hasil kuat tekan 4008.62 Kpa, sedangkan
menggunakan campuran variasi kadar RAP 15%, 30%, 45% me mpunyai nilai
kuat tekan berturut -turut 3139.82 Kpa, 3586.45 Kpa, 3538.01 Kpa. Dengan
penambahan RAP menghasilkan kuat tekan lebih rendah 1.72% dibandingkan
dengan aspal tanpa menggunakan campuran RAP.
Sedangkan menurut Hengki Wahyu Mustika N.A. (2009) dengan judul
”Observasi Karakteristik Marshall Pada Asphalt Concrete Campuran Panas
Dengan RAP”. Kesimpulan percobaan ini nilai marshall quotient untuk aspal
concrete dengan campuran RAP 15%, 30%, 45% pada kadar aspal 5% adalah
349.251 kg/mm, 519.073 kg/mm, 614.333 kg/mm, spesifikasi bahan material
minimal 100 kg/mm dan maksimal 500 kg/mm, maka kadar RAP 30%, 45% tidak
memenuhi persyaratan bahan material, maka Asphalt Concrete dengan campuran
RAP seperti yang telah disebutkan tidak dapat digunakan sebagai lapis aus
(wearing course) namun masih dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas (base
course). Hubungan keaslian penelitian ini adalah material yang digunakan sama
yaitu RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) tetapi dalam penelitian ini material
RAP akan dimanfaatkan sebagai lapis pondasi perkerasan jalan dengan bahan
tambah agregat kasar baru yang di olah secara hangat.

[+/-] Selengkapnya...

TINJAUAN KEKUATAN DINDING PANEL BERTULANGAN BAMBU DENGAN BAHAN TAMBAH ABU BATU BARA (FLY ASH), GYPSUM DAN LEM BETON

Aziiz, Shafan Abdul (2008)
Abstract

Dinding Panel adalah salah satu hasil dari perkembangan teknologi di bidang beton pra cetak. Dinding pracetak bukanlah suatu elemen struktural, yang mana dalam pemakaiannya diupayakan memiliki berat yang relatif ringan sehingga tidak memberikan beban yang berlebihan bagi struktur bangunan. Baja merupakan produk bahan tambang yang suatu saat keberadaannya akan habis. Untuk mengatasi problem tersebut, sebagai alternatif pengganti baja dicoba penggunaan bambu sebagai tulangan yang mempunyai kekuatan tarik yang tinggi, murah serta banyak tersedia. Penelitian yang dilakukan sekarang adalah mencari komposisi campuran mortar yang memiliki kuat tekan terbesar. Kemudian komposisi campuran mortar dengan kuat tekan terbesar dikombinasikan dengan beberapa variasi bahan tambah. Variasi yang dibuat antara lain mortar yang diberi bahan tambah abu terbang (fly ash) sisa pembakaran batu bara, mortar dengan bahan tambah abu terbang (fly ash) dan lem beton serta mortar dengan bahan tambah abu terbang (fly ash) dan gypsum. Prosentase bahan tambah abu terbang (fly ash) 12,5% terhadap berat semen, sedangkan lem beton dan gypsum adalah 0%, 5%, 7%, 9% terhadap berat semen. Dari beberapa variasi campuran mortar tersebut akan diteliti campuran mana yang terbaik untuk dibuat sebagai dinding panel. Setelah diperoleh campuran terbaik maka campuran mortar tersebut dikombinasikan dengan tulangan berupa bambu apus/tali (Gigantochloa apus Kurtz) untuk dibuat dinding panel, yang bertujuan untuk meningkatkan tegangan lentur dinding panel tersebut. Tulangan yang digunakan ada 2 variasi bentuk, yaitu berbentuk anyaman susun dan anyaman silang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh komposisi campuran terbaik yaitu 1 semen : 5 pasir, dengan diperoleh kuat tekan pada usia 28 hari sebesar 10,690 MPa. Setelah diberi berbagai macam variasi bahan tambah, diperoleh bahan tambah abu terbang (fly ash) 12,5% yang dapat meningkatkan kuat tekan mortar menjadi 14,815 MPa, pada usia 28 hari. Terjadi peningkatan kuat tekan sebesar 38,59% terhadap mortar murni. Kemudian dari mortar dengan bahan tambah dikombinasikan dengan tulangan bambu untuk dibuat dinding panel. Dengan 2 macam variasi tulangan, yaitu anyaman susun dan anyaman silang. Dari pengujian diperoleh nilai tegangan lentur sebesar 619831,80 kg/m2 untuk dinding panel dengan bentuk tulangan susun, dan 494164,77 kg/m2 untuk dinding panel dengan bentuk tulangan anyam.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya jaman, sebagai seorang teknik diberi
tantangan untuk lebih cepat dalam pelaksanaan suatu bangunan. Untuk menjawab
hal tersebut dan seiring dengan perkembangan teknologi di bidang beton pra cetak,
maka tantangan tersebut dapat sedikit terjawab.
Dinding Panel adalah salah satu hasil dari perkembangan teknologi di
bidang beton pra cetak. Dinding pracetak bukanlah suatu elemen struktural, yang
mana dalam pemakaiannya diupayakan memiliki berat yang relatif ringan
sehingga tidak memberikan beban yang berlebihan bagi struktur bangunan.
Dinding panel dengan berat yang ringan sangat sesuai dipergunakan untuk
daerah yang sering terjadi gempa. Dengan berat yang ringan maka dampak bahaya
yang akan ditimbulkan lebih sedikit bagi penghuninya. Selain untuk daerah yang
sering terjadi gempa, dinding panel dapat dipergunakan dalam keadaan darurat,
misalnya untuk tempat pengungsian sementara, yang mana dalam dalam
pembangunannya diperlukan waktu yang singkat. Selain itu dinding panel juga
efektif untuk dipergunakan pada pabrik, gudang-gudang penyimpanan ataupun
benteng untuk lingkungan pabrik. Jika bangunan mengalami perluasan, dinding
panel dapat dibongkar untuk dipasang kembali. Sehingga untuk jangka panjang
dapat lebih hemat.
Sandwich adalah salah satu bentuk dinding panel yang sekarang ini sedang
dikembangkan, dimana pada 2 permukaan panel di tengahnya dipakai bambu
sebagai tulangan pengganti baja. Bentuk ini dipakai karena dapat menghasilkan
dinding panel yang cukup baik. Dilatarbelakangi dari ide tersebut penyusun
tertarik untuk melakukan penelitian pembuatan dinding panel berbentuk sandwich,
dengan membandingkan campuran dengan beberapa variasi bahan tambah di
dalamnya.
Penelitian ini dilakukan juga untuk mendukung beberapa penelitian
sebelumnya, sekaligus menambah pengetahuan kepada masyarakat serta
menjawab keraguan masyarakat tentang pemanfaatan bambu untuk tulangan
dalam dinding panel.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diambil dari penelitian ini adalah seberapa besar
pengaruh campuran mortar dengan bahan tambah yang berupa abu terbang (fly
ash) sisa pembakaran batu bara, mortar dengan bahan tambah abu terbang (fly ash)
dan lem beton serta mortar dengan bahan tambah abu terbang (fly ash) dan
gypsum, terhadap kuat tekan. Dan pengaruh tulangan bambu yang berbentuk
anyaman susun dan anyaman silang terhadap tegangan lentur dinding panel.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi
perbandingan bahan penyusun mortar (pasir dan semen) yang mempunyai kuat
tekan terbaik, serta untuk mengetahui pengaruh beberapa bahan tambah dengan
variasi yang berbeda terhadap kuat tekan. Variasi yang dibuat antara lain mortar
yang diberi bahan tambah abu terbang (fly ash) sisa pembakaran batu bara, mortar
dengan bahan tambah abu terbang (fly ash) dan lem beton serta mortar dengan
bahan tambah abu terbang (fly ash) dan gypsum. Dari beberapa variasi tersebut
diambil mortar dengan bahan tambah yang mempunyai kuat tekan terbaik untuk
dibuat menjadi dinding panel.
Selain tujuan diatas juga untuk mengetahui besar prosentase bahan tambah
yang dipergunakan pada campuran untuk mencapai kuat tekan optimum serta
dengan tulangan bambu terhadap uji lentur dinding panel pada umur 28 hari
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah wujud pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang teknologi beton dalam bentuk dinding panel
sebagai alternatif pengganti dari batu bata ataupun batako yang memenuhi syarat
kekuatan serta lebih ekonomis dalam penggunaan dan merupakan bukti nyata
bahwa penggunaan dinding panel diharapkan mempunyai berat sendiri yang lebih
ringan untuk digunakan sebagai bahan bangunan non struktural. Selain itu
pemasangan yang lebih mudah dan dengan waktu yang relatif lebih singkat.
Beton ataupun mortar dengan tulangan baja adalah perpaduan yang sangat
baik, karena memiliki kekuatan yang tinggi, sehingga beton ataupun mortar
dengan tulangan baja banyak dipergunakan. Namun hal tersebut menimbulkan
permasalahan baru, yaitu baja yang selama ini dipergunakan merupakan bahan
material yang tidak dapat diperbaharui sehingga keberadaannya suatu saat akan
habis. Untuk itu dilakukan upaya pencarian bahan alternatif pengganti baja, antara
lain material pengantinya yaitu bambu. Bambu merupakan hasil alam yang mudah
diperoleh, murah dan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi. Sehingga penelitian
ini diharapkan dapat sedikit menjawab tentang keterbatasan material baja serta
sekaligus menjawab keraguan masyarakat terhadap pemakaian bambu untuk
dipergunakan sebagai tulangan.
E. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti perlu membatasi masalah, yang bertujuan
agar pembahasan tidak meluas dan batasnya menjadi jelas. Adapun yang menjadi
batasan masalah adalah sebagai berikut :
1. Semen yang digunakan adalah semen portland dengan merk Holcim.
2. Agregat halus yang digunakan adalah pasir yang berasal dari daerah Muntilan.
3. Air yang dipergunakan adalah air yang berasal dari bawah tanah yang tersedia
di Sub Laboratorium Bahan Bangunan, Laboratorium Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
4. Untuk menentukan campuran yang paling optimum atau terbaik dilakukan
dengan pengujian coba-coba dengan variasi perbandingan antara semen dan
pasir, yaitu 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4, 1 : 5, 1 : 6, 1 : 7, 1 : 8, 1 : 9, dengan masing
masing variasi dibuat masing-masing 3 sampel, dan ukuran 15 x 15 x 15 cm,
serta pengujian dilakukan pada umur 14 hari.

5. Bahan tambah yang dipergunakan adalah abu terbang (fly ash) sisa
pembakaran batu bara, lem beton dan gypsum. Yang mana ketiga bahan
tambah tersebut tidak dilakukan penelitian secara kimiawi.
6. Benda uji dibuat dengan variasi bahan tambah :
Abu batu bara (fly ash) : 12,5%, kadar optimum (berdasarkan penelitian
Intan A R N dan Wahyu A, 2007)
Lem beton : 0%, 5%, 7%, 9%
Gypsum : 0%, 5%, 7%, 9%
Benda uji berbentuk kubus, dengan ukuran 15 x 15 x 15 cm, setiap variasi
bahan tambah dibuat masing-masing 3 sampel. Pengujian beton kubus
dilakukan pada umur 14 hari.
7. Faktor air semen (f.a.s) yang digunakan adalah 0,6.
8. Tulangan bambu yang dipergunakan adalah dari jenis bambu apus/tali
(Gigantochloa apus Kurtz), dengan ukuran (2 x 0,2) cm dengan panjang 28
cm dan 88 cm.
9. Benda uji untuk pengujian kuat tarik bambu mempergunakan sampel sebanyak
5 buah
10. Benda uji untuk pembuatan dinding panel dengan ukuran (90 x 30 x 5) cm
sebanyak 10 sampel. Dengan bentuk tulangan masing-masing 5 buah
berbentuk anyaman susun dan 5 buah berbentuk anyaman silang. Pengujian
lentur dinding panel dilakukan pada umur 28 hari.
F. Keaslian Penelitian
Pada penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Joko Widodo (2007)
dengan memodifikasi dinding panel dengan menambahkan beberapa bahan
tambah, yaitu Polyvinyl Acetat dan sisa serat aren. Pembuatan benda uji dengan
ukuran (40 x 30 x 5) cm, (60 x 30 x 5) cm, (80 x 30 x 5) cm dan (100 x 30 x 5) cm,
dan memakai bambu sebagai tulangan.
Sedangkan dari penelitian Pardi (2007) melakukan penelitian dengan
memodifikasi dinding panel yang berbentuk Sandwich. Campuran yang
dipergunakan antara lain terdiri dari Calsibot, pasir batu apung dan kayu
berbentuk papan tipis, setebal 2 cm dan lebar 4,5 cm, digunakan sebagai klem.
Dengan menambahkan tulangan yang terbuat dari bambu. Dan ukuran benda uji
adalah (100 x 50 x 5) cm.
Sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang adalah dengan mencari
komposisi campuran mortar yang memiliki kuat tekan terbesar. Kemudian
komposisi campuran mortar yang memiliki kuat tekan terbesar dikombinasikan
dengan beberapa variasi bahan tambah. Variasi yang dibuat antara lain mortar
yang diberi bahan tambah abu terbang (fly ash) sisa pembakaran batu bara, mortar
dengan bahan tambah abu terbang (fly ash) dan lem beton serta mortar dengan
bahan tambah abu terbang (fly ash) dan gypsum. Dari beberapa variasi campuran
mortar tersebut akan diteliti campuran mana yang terbaik untuk dibuat sebagai
dinding panel dengan melakukan beberapa rangkaian pengujian. Setelah diperoleh
campuran terbaik maka campuran mortar tersebut dikombinasikan dengan
tulangan berupa bambu apus/tali (Gigantochloa apus Kurtz) untuk dibuat dinding
panel, yang bertujuan untuk meningkatkan tegangan lentur dinding panel tersebut.
Tulangan yang digunakan ada 2 variasi bentuk, yaitu berbentuk anyaman susun
dan anyaman silang.

[+/-] Selengkapnya...

TINJAUAN KUAT LEKAT TULANGAN BETON DENGAN SEMEN NORMAL DAN BAHAN TAMBAH FLY ASH YANG DIRENDAM DALAM AIR LAUT

Agustini, Wahyu (2008)
Abstract

Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah laut, salah satu material yang sering digunakan untuk struktural di areal laut adalah beton. Beton memiliki kelemahan secara struktual yaitu bersifat getas (brittle), yang ditunjukkan dengan tidak adanya prilaku plastis saat beton di beri beban, di samping bersifat getas kelemahan lain beton memiliki kuat tarik rendah, untuk menahan gaya tarik, beton diberi baja tulangan atau disebut beton bertulang. Beton dan baja dapat bekerja sama atas dasar lekatan (bond) atau interaksi antara baja dengan beton keras disekelilingnya, karena faktor lekatan antara baja tulangan dan beton adalah faktor yang menentukan kekuatan beton bertulang. Adanya air laut dapat mempercepat kerusakan beton, karena air laut banyak mengandung 3,5 % larutan garam, sekitar 78 % adalah Sodium Chlorida (NaCl) dan 15 % adalah Magnesium Sulfat (MgSO4). Adanya garam-garam dalam air laut ini juga dapat mengurangi kekuatan beton sampai 20 % dan penurunan durabilitas konstruksi yang dibangun. Pada penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium dengan benda uji berupa baja tulangan yang ditanam pada kubus beton. Beton dibuat dengan menggunakan semen normal dan bahan tambah fly ash. Penggunaan fly ash diharapkan dapat menambah kelekatan tulangan dan mempercepat pengerasan beton. Diameter baja tulangan yang digunakan 10 mm dan panjang 90 cm. Benda uji direndam dalam air laut. Pengujian dilakukan setelah benda uji berumur 28 hari dan 45 hari, dengan metode bond pull out test menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM). Hasil pengujian kuat lekat rata–rata beton normal pada umur 28 hari sebesar 0,5 kgf/mm2, sedangakan beton bahan tambah fly ash dengan variasi persentase 10%, 12,5%, dan 15% sebesar 0,519 kgf/mm2; 0,593 kgf/mm2 dan 0,459 kgf/mm2, dan hasil kuat lekat rata-rata beton normal pada umur 45 hari sebesar 0,706 kgf/mm2, sedangakan beton bahan tambah fly ash dengan variasi persentase 10%, 12,5%, dan 15% sebesar 0,720 kgf/mm2; 0,724 kgf/mm2 dan 0,600 kgf/mm2.


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar permukaan bumi merupakan wilayah laut, di dalamnya terkandung berbagai sumber daya alam yang sangat besar dan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia, mulai dari sumber makanan seperti ikan dan tumbuhan laut, sumber energi seperti minyak dan
pembangkit listrik tenaga gelombang, sebagai sarana transportasi dan sebagai tempat wisata. Semuanya itu mengundang manusia untuk memanfaatkan potensi laut semaksimal mungkin.
Untuk memanfaatkan berbagai potensi kekayaan alam tersebut, dibangun berbagai prasarana penunjang seperti pelabuhan, anjungan lepas pantai, jembatan dan sebagainya. Namun ada suatu tantangan tersendiri dalam pembuatan konstruksi di lingkungan air laut, yaitu penurunan durabilitas konstruksi yang dibangun. Penurunan durabilitas tersebut disebabkan lingkungan yang agresif. Lingkungan agresif yang ditinjau adalah air laut itu sendiri, dimana aksi merusak adalah peristiwa korosi pada baja tulangan yang diakibatkan oleh penetrasi ion Chlorida (Cl) yang bersumber dari air laut. Air laut umumnya mengandung 3,5 % larutan garam, sekuitar 78 % adalah Sodium Chlorida (NaCl) dan 15 % adalah Magnesium Sulfat (MgSO4). Adanya garam-garam dalam air laut ini juga dapat mengurangi kekuatan beton sampai 20 % (Tjokrodimuljo, 1996).
Salah satu material yang sering digunakan untuk struktrual di areal laut adalah beton. Sebagai bahan konstruksi, beton memiliki kelemahan secara struktrual, yaitu bersifat getas (brittle), yang ditunjukkan dengan tidak adanya perilaku plastis saat beton diberi beban. Disamping bersifat getas, kelemahan lain beton yaitu memiliki kuat tarik yang rendah. Untuk menahan gaya tarik, beton diberi baja tulangan sehingga struktur beton merupakan kombinasi dari beton dan baja tulangan atau disebut beton bertulang. Beton dan baja dapat bekerja sama atas dasar lekatan (bond) atau interaksi antara batang baja dengan beton keras disekelilingnya, karena faktor lekatan antara baja tulangan dan beton adalah faktor yang menentukan kekuatan beton bertulang.

Kuat lekat beton terutama dengan baja tulangan diakibatkan oleh efek saling geser antara elemen baja tulangan dan beton sekelilingnya yang dinyatakan sebagai tegangan persatuan luas bidang singgung beton dan tulangan yang disebut tegangan lekat (bond stress). Suatu struktur tidak dapat mengembangkan kekuatanya 100% apabila tidak ada dukungan dari lekatan yang cukup kuat antara beton dan baja tulangan akan menggelincir (splice) sebelum mencapai kekuatannya.
Korosi adalah perubahan bentuk dari logam menjadi oksida dalam lingkungan induktif. Jika ada permukaan baja gilas terdapat air yang mengandung oksigen, maka terjadi reaksi yang mengubah biji besi yang mempunyai potensi korosi rendah menjadi ferro hidroksida yang larut dalam air. Larutan ini bercampur dengan oksigen yang ada didalam air, menghasilkan ferri hidroksida (karat). Reaksi ini terulang seiring dengan perkembangan korosi. Keadaan lingkungan dengan kombinasi air dan oksigen yang berubah–ubah, mempengaruhi kecepatan dan perubahan korosi. Jika tidak terdapat oksigen dan air, maka proses korosi tidak akan berjalan.
Korosi yang terjadi pada baja tulangan akibat serangan sulfat dan khlorida mengakibatkan timbulnya retak pada selimut beton dengan arah sejajar sumbu baja tulangan atau lepasnya selimut beton. Retakan atau lepasnya selimut beton, mengakibatkan proses pengurangan luas nominal baja tulangan akan meningkat dengan cepat karena baja tulangan tidak terlindungi lagi oleh selimut beton. Selain itu kadar oksigen, air maupun karbondioksida pada permukaan baja akan meningkat sehingga proses korosi akan berlangsung lebih cepat. Akhirnya kegagalan struktur dapat terjadi karena hilangnya tegangan lekat (bond) karena proses korosi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh korosi terhadap kuat lekat memang perlu diteliti karena kuat lekat merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi kekuatan struktur.
Menyikapi kerusakan yang disebabkan karena terjadinya reaksi antara air laut yang agresif dengan senyawa-senyawa di dalam beton yang mengakibatkan beton kehilangan massa, kehilangan kekuatan dan kekakuannya serta mempercepat proses pelapukan, dalam penelitian ini fly ash sebagai bahan tambah

pembuatan beton. Penggunaan fly ash diharapkan dapat menambah kelekatan tulangan, mempercepat pengerasan beton dan dapat memperlambat proses kerusakan beton yang disebabkan oleh serangan senyawa kimia yang terdapat didalam air laut. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini untuk mengetahui kuat lekat tulangan pada beton dengan semen normal dan bahan tambah fly ash yang direndam dalam air laut pada umur 28 hari dan 45 hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah berapa besar nilai kuat lekat tulangan pada beton dengan semen normal dan bahan tambah fly ash yang direndam dalam air laut pada umur 28 hari dan 45 hari.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kuat lekat tulangan beton dengan semen normal dan bahan tambah fly ash pada umur 28 hari dan 45 hari yang direndam dalam air laut.
Manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat teoritis, untuk mengembangkan pengetahuan tentang teknologi beton khususnya untuk struktur pada daerah yang berhubungan dengan air laut.
D. Batasan Masalah
Untuk menghindari hasil penelitian yang kurang akurat yang disebabkan karena terlalu luasnya pembahasan data dan teori yang mendukungnya, maka perlu diadakan pembatasan masalah sebagai berikut :
1). Perencanaan adukan beton menggunakan Metode SK SNI T-15-1990-03, dengan nilai fas 0,5.
2). Campuran adukan beton dibuat dengan semen normal dan bahan tambah fly ash dengan variasi 10%, 12,5%, dan 15% dari berat semen.
3). Semen yang digunakan adalah semen Portland jenis I dengan merk Gresik.

4). Agregat kasar (batu pecah) dengan ukuran maksimal 20 mm, berasal dari Karanganyar.
5). Agregat halus berasal dari Kaliworo, Klaten.
6). Benda uji adalah kubus beton yang berukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm.
7). Baja tulangan dengan panjang 90 cm, diameter 10 mm.
8). Pengujian kuat lekat tulangan pada umur 28 dan 45 hari pada beton normal dan beton dengan bahan tambah fly ash yang direndam dalam air laut dengan menggunakan alat Univesal Testing Machine (UTM), waktu perendaman dimulai 1 hari setelah beton dicetak sampai dengan 2 hari sebelum pengujian dilakukan.
9). Air tawar yang digunakan untuk campuran beton berasal dari Laboratorium Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, sedangkan air laut yang digunakan untuk perendaman beton berasal dari Pantai Parangtritis, Yogyakarta.
10). Jumlah benda uji seluruhnya 24 buah, terdiri dari beton normal 3 buah, beton dengan bahan tambah fly ash 10% 3 buah, beton dengan bahan tambah fly ash 12,5% 3 buah, beton dengan bahan tambah fly ash 15% 3 buah masing-masing pada umur 28 dan 45 hari digunakan untuk pengujian kuat lekat tulangan dan 5 buah baja tulangan digunakan untuk pengujian kuat tarik baja
11). Tidak dilakukan penelitian Laboratorium secara kimiawi terhadap fly ash dan air laut.

[+/-] Selengkapnya...

ANALISIS PROFIL MUKA AIR BANJIR PADA ALIRAN SHORT CUT DAN SUNGAI

AMRULLAH, FATHORI (2008)
Abstract

Beberapa cara untuk pengendalian banjir yang dapat dilakukan adalah normalisasi sungai, pembuatan floadway / short cut, pembuatan waduk, atau reboisasi (penghijauan) di zona resapan air. Pada teknik pengendalian banjir dengan cara pembuatan short cut, memerlukan hitungan yang rinci dan tepat, sehingga beban banjir yang dibagi / dibebankan pada masing-masing sungai atau short cut dapat terealisasi sesusai dengan rencana. Pada penelitian ini digunakan metode runge kutta order 4, metode integrasi numerik dan step method untuk routing muka air banjir di short cut dan sungai. Data yang digunakan dalam metode ini adalah data hipotetik (buatan) yang didapatkan dari keumuman data dilapangan meliputi lebar saluran (B), kemiringan saluran (l), debit (Q), angka manning (n). Dengan menggunakan tiga metode yaitu: metode rungge kutta order 4, metode integrasi numerik, dan metode direct step. 0 Dengan ΔX sebesar 10 m, hasil analisis dengan ketiga metode tersebut sangat mirip, dari tinjauan numeris dapat disimpulkan bahwa metode step method merupakan metode yang paling baik walaupun memerlukan teknik interasi dalam setiap step hitungan, sedangkan metode runge kutta order 4 merupakan metode yang cukup teliti tanpa adanya Teknik iterasi disusul metode integrasi numerik merupakan metode yang paling sederhana.

BAB I
PENDAHULUAN
A. .Latar Belakang
Kejadian banjir di Indonesia semakin sering intensitasnya. Dari tinjauan hidrologi dan hidraulika, penyebab banjir antara lain tingginya curah hujan yang jatuh di catchment area, tersumbatnya drainase, pecahnya bendungan ataupun karena semakin kedapnya penutup lahan. Sedangkan penyebab banjir di sungai-sungai hilir dapat juga karena tingginya air pasang, sehingga kemiringan muka air cenderung kecil yang berakibat pada menurunnya kecepatan air, sehingga aliran air seperti terkena efek backwater.
Puncak banjir sering terjadi pada bulan Pebruari- Maret, hal ini disebabkan hujan dominan tahunan terjadi pada bulan-bulan tersebut, Puncak banjir juga terjadi pada bulan-bulan tersebut, kemungkinan juga hujan sudah relative lama turun (semenjak bulan Oktober) sehingga kondisi tanah semakin jenuh air dan kapasitas infiltrasi semakin kecil.
Beberapa cara untuk pengendalian banjir yang dapat dilakukan adalah normalisasi sungai, pembuatan floodway / short cut, pembuatan waduk, atau reboisasi (penghijauan) di zona resapan air.
Pada teknik pengendalian banjir dengan cara pembuatan short cut, memerlukan hitungan yang rinci dan tepat, sehingga beban banjir yang dibagi / dibebankan pada masing-masing sungai atau short cut dapat terealisasi sesusai dengan rencana. Dari latar belakang tersebut diatas, diperlukan studi yang rinci dengan berbagai metode, untuk memprediksi debit dan muka air banjir di sungai atau short cut.

B.Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan studi.
Tujuan diadakannya penelitian ini antara lain sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui cara pembagian air yang benar, tinggi muka air banjir pada short cut dan sungai asli, dengan tetap mengacu pada persamaan hidraulika.
b. Dapat membandingkan kelebihan dan kekurangan pada masing-masing metode (3 metode).
2. Manfaat studi.
Analisa ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca maupun lainnya:
a. Dapat digunakan untuk merencanakan short cut beserta sungai asli di dalam mengendalikan bajir.
b. Menambah pengetahuan dan diharapkan dapat memberikan perkembangan ilmu teknik sungai khususnya short cut.

[+/-] Selengkapnya...

PEMANFAATAN LIMBAH BATUBARA (BOTTOM ASH) SEBAGAI BATA BETON DITINJAU DARI ASPEK TEKNIK DAN LINGKUNGAN

YULIANTO, ERFAN YOKY (2007)
Abstract

Penggunaan bahan bakar padat berupa batubara pada beberapa industri mengakibatkan timbulnya limbah padat, yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Limbah tersebut mengandung beberapa unsur logam berat yang digolongkan sebagai bahan berbahaya dan beracun (B-3). Pada penelitian ini limbah batubara (bottom ash) dimanfaatkan sebagai bahan pengganti agregat halus pada bahan bangunan berupa bata beton. Pemanfaatan limbah tersebut diharapakan dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan yaitu mengurangi dampak buruk yang timbul akibat timbunan limbah batubara tersebut. Penelitian dilakukan dengan menguji kelayakan bata beton tersebut terhadap standar mutu teknis dan lingkungan. Hasil dari penelitian diketahui bahwa kondisi optimal menurut standar mutu teknis (LPMB-1989) terdapat pada perbandingan komposisi berat semen dan agregat halus sebesar 1 : 5, dengan proporsi limbah batubara (bottom ash) sebesar 10% dari berat agregat halus. Dari proporsi perbandingan tersebut didapatkan kuat tekan bata beton sebesar 13,54 MPa dan penyerapan air sebesar 8,86%. Pada bata beton tersebut terdapat unsur logam berat yang melebihi standar baku mutu (PP Nomor 85 tahun 1999), yaitu berupa kadmium (Cd) sebesar 2,438 ppm, kromium (Cr) sebesar 9,003 ppm, tembaga (Cu) sebesar 25,892 ppm, timbal (Pb) sebesar 32,464 ppm dan seng (Zn) sebesar 50,244 ppm.


BAB I
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dewasa ini, memberikan dampak yangsignifikan terhadap seluruh aspek sosial masyarakat khususnya pengusaha di eks Karesidenan Surakarta.
Semenjak kenaikan harga BBM industri yang dirasa sangat membebani, sebagian pengusaha di wilayah Surakarta mengambil berbagai langkah penghematan biaya produksi, salah satunya dengan mengalihkan bahan bakar produksi. Pengalihan tersebut dengan menggunakan bahan bakar padat berupa batu bara. Kurang lebih terdapat 30% perusahaan tekstil besar di kawasan Surakarta telah menggunakan bahan bakar padat tersebut. Dengan penggunaan bahan bakar tersebut biaya produksi dapat ditekan menjadi sekitar 40% dibanding menggunakan bahan bakar minyak atau listrik (Detiknews, 2006).
Pengalihan dengan menggunakan bahan bakar padat tersebut bukan tanpa resiko, sebab limbah batu bara lebih berbahaya dibanding limbah minyak. Padahal di Surakarta belum ada perusahaan yang memiliki instalasi pengolahan limbah padat, sebagian besar hanya memiliki instalasi pengolahan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan dari sisa pembakaran batu bara tersebut adalah berupa abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash).
Limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batu bara tersebut termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B-3) yang lebih membahayakan kesehatan dibanding limbah bahan bakar lainya. Dimana bahan bakar padat berupa batu bara memiliki kandungan senyawa kimia yang dapat mengganggu lingkungan hidup. Dan pembakaran bahan bakar tersebut juga menghasilkan limbah padat yang masih memiliki kandungan senyawa kimia berbahaya. Limbah padat berupa abu terbang dasar dan abu terbang tersebut dikategorikan sebagai limbah B-3 dikarenakan terdapat kandungan oksida logam berat yang akan mengalami perlindian secara alami dan mencemari lingkungan (Tekmira, 2007).

Pemakaian bahan bakar padat berupa batu bara tersebut akan semakin meningkat mengingat dapat mengurangi biaya operasional bagi industri dengan konsumsi bahan bakar tinggi. Dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar padat tersebut akan semakin tinggi pula jumlah limbah yang dihasilkan dari sisa pembakaran. Limbah yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar tersebut dapat berupa abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Kedua limbah tersebut masih dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan hidup di sekitarnya, baik dari bentuknya yang masih padat juga kandungan bahan kimia berbahaya yang masih tinggi. Dan jika limbah batu bara tersebut dibiarkan saja tanpa ada tindaklanjut untuk dilakukan pengelolaan atau pemanfaatan, maka semakin lama akan mengancam kelangsungan hidup di sekitarnya. Maka dari itu penelitian ini akan mencoba memanfaatkan limbah batu bara tersebut untuk dapat digunakan dengan sebaik–baiknya tanpa mengganggu lingkungan kembali.
Perkembangan teknologi beton saat ini menjadi lebih baik dengan adanya percobaan–percobaan yang dapat memberikan nilai positif pada hasil perkembangannya dengan memberikan bahan tambah agar beton mempunyai sifat yang lebih baik. Pada penelitian ini mencoba memanfaatkan limbah batu bara (bottom ash) menjadi bahan pengganti pasir untuk beton yang diaplikasikan sebagai bata beton.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat mengembangkan pemanfaatan limbah batu bara dengan pengujian kelayakan pemakaian dan tidak mengganggu lingkungan hidup setelah diaplikasikan sebagai bahan bangunan berupa bata beton. Dan diharapkan nantinya bata beton dengan bahan tambah berupa abu dasar (bottom ash) dapat digunakan di kalangan umum serta tidak mengganggu lingkungan hidup disekitarnya.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat ditarik dari permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas adalah apakah bata beton dengan bahan tambah limbah batu bara (bottom ash) memenuhi standar persyaratan teknis dan lingkungan. Standar persyaratan teknis berdasarkan Spesifikasi Bahan Bangunan

Bagian A (LPMB, 1989), sedangkan standar persyaratan lingkungan berdasarkan PP Nomor 85 Tahun 1999.
C. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan dari penelitian yang dilakukan ini, antara lain :
1. Mengetahui kuat tekan yang dihasilkan bata beton dengan agregat halus dari limbah batu bara sebesar 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari berat agregat halus yang direncanakan.
2. Mengetahui penyerapan air yang dihasilkan dari bata beton tersebut.
3. Mengetahui jenis dan jumlah unsur logam berat yang masih terkandung dalam bata beton tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam memanfaatkan limbah batu bara (yang dinilai membahayakan bagi lingkungan) menjadi bata beton.
2. Mengetahui persentase limbah batu bara yang dapat digunakan secara optimal sehingga didapatkan bata beton yang memenuhi persyaratan teknis dan lingkungan.
E. Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada masalah–masalah berikut :
1. Semen yang digunakan adalah semen Portland jenis I dengan merk Semen Serba Guna, Holcim.
2. Agregat halus berupa pasir dari Kaliworo, Klaten dan limbah batu bara (bottom ash) dari industri tekstil PT. Palur Raya di Palur, Karanganyar.
3. Air yang digunakan adalah air dari Laboratorium Bahan Bangunan, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4. Perencanaan campuran bata beton dengan perbandingan berat semen dan agregat halus (pasir) = 1 : 5 dan 1 : 6, dan dengan faktor air semen (fas) sebesar 0,4.

5. Penggantian pasir dengan limbah batu bara direncanakan sebanyak 0%, 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dari berat pasir yang direncanakan.
6. Dilakukan uji penyerapan air terhadap bata beton yang memiliki kuat tekan yang optimal dari tiap prosentase campuran.
7. Dilakukan pengujian terhadap aspek lingkungan pada bata beton yang paling optimum memenuhi persyaratan teknis.
8. Pengujian yang dilakukan adalah uji kuat tekan, uji serapan air dan uji aspek lingkungan dari bata beton pada umur 28 hari.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang analisis kuat tekan dan penyerapan air pada beton ringan dengan penambahan limbah batu bara (bottom ash) pernah dilakukan. Penelitian tersebut dengan judul “Pemanfaatan Limbah Batu bara (bottom ash) Sebagai Bahan Batako”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kuat tekan batako maksimal terjadi pada perbandingan berat semen dan pasir sebesar 1 : 5 dengan pemakaian limbah batu bara sebesar 25% dari berat pasir (Cahyorini, D., 2006). Dengan adanya penelitian terdahulu yang telah dilakukan tersebut, maka diharapkan pada penelitian ini dapat mengembangkan dengan pengujian kelayakan pemakaian dan tidak mengganggu lingkungan hidup kembali. Dan bahaya dari limbah batu bara tersebut dapat teratasi secepat mungkin dengan adanya penelitian ini.

[+/-] Selengkapnya...

ANALISIS KEBUTUHAN PARKIR DAN KARAKTERISTIKNYA (Studi Kasus Terminal Tirtonadi Sebelah Barat Surakarta)

Abstract
Nugroho, Rochmad Prajanto Dwi (2007)

Transportasi memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Transportasi dapat juga membuka keterisolasian wilayah pedalaman dan terpencil. Perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya perlu ditata dan dibentuk dalam satu kesatuan yang terpadu. Untuk menciptakan keterpaduan jaringan transportasi secara lancar dan tertib, maka perlu dibangun dan diselenggarakan terminal. Terminal Tirtonadi adalah terminal tipe A yang berfungsi sebagai transit rute bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP ) dan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan parkir dan karakteristiknya serta mengevaluasi fasilitas-fasilitas yang ada dalam Terminal Tirtonadi. Penelitian dilakukan selama tiga hari yaitu hari Senin tanggal 21 Agustus 2006, Rabu 23 Agustus 2006 dan Sabtu 26 Agustus 2006 pada pukul 06.00 WIB – 18.00 WIB. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskripsi analisis. Materi penelitian adalah bus yang menggunakan fasilitas parkir barat di Terminal Tirtonadi. Data yang diambil berupa data primer dari survei di lapangan yaitu pencatatan plat nomor kendaraan dan waktu masuk maupun waktu keluar terminal sebelah barat. Data sekunder yang dipakai adalah layout terminal, luas areal parkir sebelah barat dan fasilitas terminal. Hasil survei dianalisa dengan rumus dan teori yang ada dan dibandingkan dengan standarisasi yang ada. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh kebutuhan parkir di Terminal Tirtonadi sebelah barat dilihat dari luas areal parkir cukup menampung kendaraan dikarenakan luas kebutuhan parkir berdasarkan akumulasi maksimum sebesar 39 kendaraan dengan SRP 74,8 m2 adalah 2.917,2 m2. Sedangkan luas areal parkir yang tersedia adalah 3.220 m2. Tetapi dari akumulasi maksimum, areal parkir sebelah barat melebihi kapasitas sebesar 32 kendaraan. Untuk kendaraan yang lain menuggu di areal yang kosong. Dari analisis diperoleh karakteristik parkir yaitu: headway rata-rata untuk bus Solo – Jogja sebesar 2,80 menit, Solo – Semarang sebesar 3,10 menit dan Solo – Jakarta sebesar 6,41 menit. Akumulasi parkir maksimum harian tertinggi adalah 39 bus dengan interval waktu 15 menit terjadi pada hari Senin, 21 Agustus 2006 pada pukul 15.15 – 15.30 WIB. Indeks parkir maksimum tertinggi adalah 139,29 % terjadi pada hari Senin 21 Agustus 2006 dan indeks parkir rata-rata tertinggi adalah 106,41 %. Volume parkir harian tertinggi terjadi pada hari Senin dengan jumlah 590 bus. Tingkat turnover tertinggi sebesar 21,07 bus/hari/ruang. Jadi secara keseluruhan areal parkir di Terminal Tirtonadi sebelah barat tidak memenuhi standar kebutuhan parkir.

[+/-] Selengkapnya...

PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH SMA EMPAT LANTAI DI PURWODADI DENGAN PRINSIP DAKTILITAS TINGKAT 3

NUR’AINI, RIZKI (2007)
Abstract

Tugas akhir ini dimaksudkan untuk merencanakan struktur gedung empat lantai menggunakan prinsip perencanaan daktilitas tingkat 3. Struktur gedung SMA di Purwodadi, sebagai ibu kota kabupaten Grobogan. Purwodadi termasuk dalam wilayah gempa 3. Perencanaan gedung SMA ini menggunakan beberapa peraturan yang dijadikan sebagai acuan. Peraturan yang dipakai meliputi PPBBI-1984, untuk perhitungan rangka atap baja. Pembebanan pada rangka atap baja metode SKSNI-03-1728-2002. PPKGURG 1987 digunakan untuk mencari besar gaya geser akibat gempa pada gedung. Perhitungan struktur beton untuk gedung didasarkan pada metode SK-SNI-T-15-1991-03. PPIUG 1983, digunakan sebagai acuan besarnya beban suatu material terhadap gedung. PBI 1971 untuk merencanakan plat. Mutu bahan yang digunakan untuk struktur gedung sebesar fc’ = 20 MPa, fy = 350 MPa, untuk perhitungan rangka atap baja digunakan mutu baja Bj 37 (σijin = 1600 kg/cm2). Analisis perhitungan struktur gedung menggunakan bantuan program SAP 2000, Microsoft Excel 2003, program tersebut digunakan untuk mempercepat perhitungan dan mendapat hasil yang akurat. Sedangkan penggambaran menggunakan program Autocad 2004. Hasil yang diperoleh berupa kebutuhan dimensi dan tulangan yang diperlukan pada perencanaan struktur gedung adalah sebagai berikut : 1). Struktur rangka kuda-kuda baja menggunakan profil .70.70.7 dengan alat sambung baut Ф = 1,905 cm dan plat buhul 8 mm. 2). Plat lantai menggunakan ketebalan 12 cm, baik untuk lantai 2 sampai lantai 4. Sedangkan tulangannya menggunakan tulangan pokok D10 dan tulangan bagi D8. 3). Perencanaan tangga menggunakan bentuk K dengan lebar injakan 26 cm dan tinggi tanjakan 18 cm. Untuk plat tangga maupun bordes digunakan tulangan pokok D12 dan tulangan bagi dp8. 4). Balok menggunakan dimensi 300/500 untuk tiap lantainya. Untuk tulangan pokok digunakan D19 dan tulangan begel 2dp8. 5). Dimensi kolom 500/500 untuk tiap lantainya digunakan tulangan pokok D25 dan tulangan begel 2dp10. 6). Pondasi menggunakan dimensi poer : tebal 0,8m, lebar 2,5m, tulangan D25, sedangkan tiang pancang dimensi 300/300 dengan tulangan D19 dan sengkang 2dp6.

[+/-] Selengkapnya...

PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KOMPLEKS PERUMAHAN GRAHA CANDI GOLF SEMARANG

Isfiadi, Isfiadi (2007)
Abstract

Dalam penulisan Tugas Perencanaan ini akan direncanakan fasilitas penyediaan air bersih untuk Kompleks Perumahan Graha Candi Golf Semarang untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Perencanaan berdasarkan keadaan di lapangan saat ini yang antara lain menunjukkan bahwa penduduk wilayah tersebut saat ini mencapai lebih kurang 16.000 jiwa berdasarkan luas lokasi perumahan yang luasnya ± 40 hektar. Tujuan perencanaan pemenuhan kebutuhan air bersih adalah memenuhi kebutuhan air bersih di lingkungan tersebut secara merata, mendesain jaringan distribusi air bersih yang efisien dan menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) jaringan distribusi air bersih. Penelitian dilakukan pada lokasi Perumahan Graha Candi Golf Semarang, tepatnya di Kecamatan Candi Kodya Semarang. Dalam hal ini pengumpulan data yang diperlukan dengan cara sekunder yaitu data topografi dan data hidrogeologi. Pendistribusian air bersih dapat merata maka didesain jaringan distribusi dengan menggunakan perhitungan Hazen-Williams, dengan data-data seperti jumlah penduduk, elevasi. agar didapat debit air yang merata maka diameter pipa dapai dirubah untuk mendapatkan kehilangan energi yang diinginkan sesuai dengan ukuran yang ada dipasaran. Pada perencanaan ini diperhitungan kebutuhan yang mampu memproduksi air sebesar 37 lt/dt, yang bisa mencukupi semua areal. Jadi volume reservoir 550 m3, yang terdiri dari :Water Tower dan Ground Reservoir. Sedangkan untuk pengambilan air sumur dalam digunakan pompa 3 buah pompa dengan merk GRANDFOS tipe SP-77-6. Untuk pompa distribusi digunakan 3 buah pompa merk GRANDFOS tipe SP-77-5. Hasil analisis Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk jaringan distribusi air bersih di Kompleks Perumahan Graha Candi Golf Semarang, dibutuhkan dana total sebesar Rp. 2.142.373.000,00. Dalam menentukan distribusi air yang baik diperoleh dengan menghitung besar tekanan pada masing-masing titik percabangan sehingga memenuhi besar tekanan sesuai persyaratan.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa kita pisahkan dengan kehidupan
sehari-hari makhluk hidup di dunia. Kebutuhan air bersih khususnya air minum
untuk keperluan rumah tangga, industri serta kegiatan-kegiatan lainnya di suatu
daerah tidak dapat lepas dari pertumbuhan dan pertambahan penduduk, oleh
karena itu penyediaan air bersih mutlak ditingkatkan. Dalam kaitannya dengan
peningkatan pencukupan kebutuhan air bersih tersebut, maka pemerintah
senantiasa mengupayakan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, antara lain
dengan jalan menambah pengadaan air bersih.
Dalam penulisan Tugas Perencanaan ini akan direncanakan fasilitas
penyediaan air bersih untuk Kompleks Perumahan Graha Candi Golf Semarang
untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Perencanaan berdasarkan keadaan di
lapangan saat ini yang antara lain menunjukkan bahwa penduduk wilayah tersebut
saat ini mencapai lebih kurang 16.000 jiwa berdasarkan data dari pihak
Pengembang. Selain itu dengan memperhitungkan juga kendala yang mungkin
dihadapi baik secara teknis maupun manajemen operasional hingga pekerjaan siap
untuk ditenderkan.
Dalam perencanaan pengembangan kebutuhan air bersih di Kompleks
Perumahan Graha Candi Golf kita perlu melihat program perencanaan
pembangunan penyediaan air bersih di daerah tersebut. Kebutuhan air untuk suatu
daerah berbeda dengan daerah lain hal tersebut dipengaruhi oleh: kepadatan
penduduk, keberadaan dan kapasitas sumber air, keadaan geografis dan
topografis, jenis penggunaan yang ada dan tingkat ekonomi masyarakat setempat.
Suatu sistem penyediaan air yang mampu menyediakan air yang dapat diminum
dalam jumlah cukup merupakan hal penting bagi suatu kota besar. Unsur-unsur
yang membentuk suatu sistem penyediaan air meliputi; sumber-sumber
penyediaan, sarana-sarana penampungan, sarana-sarana penyaluran, sarana-sarana
pengolahan dan sarana-sarana distribusi.
Air merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa kita pisahkan dengan kehidupan
sehari-hari makhluk hidup di dunia. Kebutuhan air bersih khususnya air minum
untuk keperluan rumah tangga, industri serta kegiatan-kegiatan lainnya di suatu
daerah tidak dapat lepas dari pertumbuhan dan pertambahan penduduk, oleh
karena itu penyediaan air bersih mutlak ditingkatkan. Dalam kaitannya dengan
peningkatan pencukupan kebutuhan air bersih tersebut, maka pemerintah
senantiasa mengupayakan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, antara lain
dengan jalan menambah pengadaan air bersih. Sama hal dengan Kompleks
Perumahan Graha Candi Golf, dikarenakan karena PDAM tidak dapat melayani
kebutuhan air bersih di daerah tersebut karena faktor geografis yaitu daerah
tersebut merupakan dataran tinggi yang tidak memungkinkan adanya penyediaan
air bersih secara gravitasi dan daerah tersebut merupakan daerah kering yang tidak
dapat memungkinkan membuat sumur dangkal. Maka Pengembang merencanakan
akan membangun sumur dalam beserta fasilitasnya.
Rancangan Program Investasi Jangka Menengah jaringan transmisi dan distribusi,
maksud PDAM Semarang adalah meningkatkan pelayanan air minum kepada
penduduk, sektor industri dan komersil sesuai strategi pembangunan kota
Semarang.
Rencana Induk Kota Kotamadya Semarang (2005-2015) menyatakan bahwa
pembangunan kota akan sebagai berikut:
- Berdasarkan konsep kota yang tepat dan berguna, pembangunan kota dapat
diarahkan dengan musyawarah seluas-luasnya.
- Untuk mengurangi degradasi lingkungan dibagian utara kota, pembangunan
daerah perumahan dapat dilarang sebagian utara kota, dimana fasilitas sanitasi
keadaanya jelek dan diarahkan kembali ke daerah yang lebih baik.
- Sumber air tanah dapat dikembangkan yang tepat dan berguna dan
dimanfaatkan seefektif mungkin. Ini berarti bahwa, hutan dan daerah tadah
yang dilindungi harus selalu diproteksi terhadap perluasan daerah terbangun,
juga daerah pertanian perlu diproteksi.
Strategi pembangunan Kota Semarang dalam jangka waktu (2005-2015) akan
sebagai berikut:
- Arah pembangunan daerah perumahan menurut pola sekarang, dibagian arah
barat, timur dan selatan (dalam arah Kecamatan Tugu, Genuk, timur dan
selatan Semarang).
- Arah pembangunan daerah perumahan sepanjang sarana dan prasarana yang
ada (seperti misalnya jalan, air minum, drainase) untuk memperkecil sekecil
mungkin biaya perluasan sarana dan prasarana.
- Pembatasan pembangunan perumahan dalam arah pusat kota yang ada sangkut
pautnya dengan keadaan fasilitas sanitasi dan drainase yang jelek,
pembangunan pusat kota difokuskan sebagai pusat aktifitas sosial, komersial
dan sejenisnya.
- Kemungkinan stabilitas atau pengurangan kepadatan penduduk di pusat kota
pada Kecamatan Semarang Utara dan Semarang Pusat.
- Melarang pembangunan industri di Kecamatan Semarang Selatan, Semarang
Barat dan Semarang Timur dan pada saat itu arahan pembangunan industri
untuk daerah industri di Kecamatan Tugu dan Genuk dan dalam daerah
menuju Pedurungan sepanjang jalan Propinsi ke Purwodadi.
Analisa perbandingan daerah terbangun pada akhir 10 tahun menunjukkan bahwa
pembangunan perkotaan Kota Semarang berkembang ke arah timur dan sebagian
kearah sebelah selatan (terutama daerah perumahan) dan ke arah sebelah barat.
Daerah-daerah yang tersedia untuk pembangunan daerah perumahan lebih lanjut
adalah sebagai berikut:
- Kecamatan Semarang Timur dan Barat (untuk Real Estate)
- Daerah pemukiman di Kecamatan Genuk, terutama dekat jalan propinsi ke
Demak.
- Daerah sepanjang jalan Srondol-Jatingaleh-Krapyak.
- Sepanjang jalan propinsi ke Purwodadi, Ungaran dan Kendal.
- Daerah perbukitan Semarang Selatan untuk perumahan kelas menengah dan
atas.
Daerah industri untuk mendukung pembangunan ekonomi Semarang yang kuat
terletak di:
- Kecamatan Tugu, mulai dari Mangkang dan diperluas ke arah barat yang
bertemu dengan daerah industri Kabupaten Kendal.
- Kecamatan Genuk dan Pedurungan, pada bagian timur kota, yang berkembang
cepat, menurut rencana pembangunan kota diharapkan bahwa daerah itu akan
menjadi daerah konsumen air minum yang potensial.
Kotamadya Semarang terdiri dari 170 kelurahan, luas permukaannya masingmasing
antara 20 sampai 1.105 ha. Penduduknya antara 289 sampai 21.562 jiwa
(data 2005). Distribusi geografis kebutuhan air domistik berdasarkan masukan
sebagai berikut:
- Penduduk sekarang dan laju pertumbuhannya per Kelurahan (kumpulan data
dari monografi data kelurahan (dari kantor kecamatan), Biro Pusat Statistik
(BPS) dan Rencana Detail Tata Ruang Kota.
- Rencana Pembangunan Perkotaan.
- Rencana Real Estate.
- Jumlah sambungan yang ada dan baru per daerah suplai PDAM.
Faktor kesulitan adalah bahwa dalam tahun 2005, Kotamadya Semarang merubah
batas-batas kecamatan dan menambah jumlahnya dari 9 menjadi 16. karena
perubahan jumlah kecamatan, informasi terbaru dan yang dapat dipercaya tentang
pola kependudukan dan fasilitasnya jadi terbatas.
Faktor kesulitan lainnya adalah bahwa gambaran penduduk dari rencana detail
tata ruang kota dan BPS, tidak sesuai dengan prakiraan penduduk pembangunan
jangka menengah. Dalam tahun 2005, jumlah penduduk Kotamadya Semarang
menurut rencana detail tata ruang kota dan BPS adalah 1.177.627 jiwa dan
menurut pembangunan jangka menengah adalah 1.326.303 jiwa. Perbedaan 12,5%
dapat (sebagian) dijelaskan oleh perbedaan antara jumlah resmi penduduk
terdaftar di Semarang (Bappeda dan BPS) dan jumlah nyata penduduk tinggal
(bermukim) di Semarang. Penduduk disetiap kelurahan bertambah dengan
prosentase tetap agar dapat sesuai dengan proyeksi pembangunan jangka
menengah.
TUJUAN
Tujuan perencanaan pemenuhan kebutuhan air bersih adalah:
1. Memenuhi kebutuhan air bersih dilingkungan tersebut secara merata.
2. Mendesain jaringan distribusi air bersih yang efisien.
Manfaat
Manfaat dari perencanaan pemenuhan kebutuhan air di Kompleks
Perumahan Graha Candi Golf Semarang adalah:
1. Terjadi peningkatan pelayanan air bersih dan air minum dimasa sekarang dan
dimasa yang akan datang dilingkungan Kecamatan Candi.
2. Terpenuhinya kebutuhan air bersih walaupun dengan pembuatan sumur
artesis, karena kondisi geografis daerah tersebut yang tidak memungkinkan
untuk dibuat sambungan pipa transmisi dari daerah sekitarnya.
Batasan Masalah
Lingkup pembahasan dari perencanaan penyediaan kebutuhan air minum
di Kompleks Perumahan Graha Candi Golf Semarang dengan tingkat pelayanan
100% pelayanan penduduk.
Perencanan tersebut meliputi :
1. Perencanaan kebutuhan air minum
2. Dimensi jaringan perpipaan
3. Gambar jaringan perpipaan
4. Gambar sambungan pipa.
5. Perencanaan fasilitas penunjang.
Adapun data-data tersebut meliputi :
- Data kependudukan dari kantor statistik
- Rencana pengembangan sistem penyediaan air bersih
- Data-data teknis

[+/-] Selengkapnya...